A. Defenisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot
biometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek (Kasus Emergensy Kebidanan:
2010)
Atonia uteri adalah uterus gagal berkontraksi dengan
baik setelah persalinan (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
non natal: 2002)
Atonia uteri adalah suatu kondisi di mana miometrium
tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Perawatan Ibu Bersalin:
2009)
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri
(JNPKR, Asuhan Persalinan Normal: 2002)
B.
Etiologi
Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif,
merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri overdistensi uterus dapat
disebabkan oleh kehamilan ganda, janin maktosomio, polihid ram nion atau
abnormalitas janin (misal hidrosepalus berat), kelainan struktur uterus atau
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di
uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir. Lemahnya kontraksi mometrium
merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan
tenaga besar terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi
sebagai akibat dari inbisi kontraksi
yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terha logen) sasi,
nitral, obat-obat antihfalaini?????????, nosistroid, magnesiumsulfat, bera
simpatumimetik dan nifrdipin.
Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin
bakteri (kontiomniotis erdomio metritis, septikemala), hipoksia akibat
hipopertusi atau uterus couvelaine) pada abrotio plasenta dan hipotermia akibat
resusitasi masif.
Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultifaritas
bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan
postpartum.
C.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atonia uteri terdiri dari:
1.
Kontraksi iterus lembek, lemah dan membesar/ fundus
uteru masih tinggi.
2.
Pendarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3.
Bila kontraksi lemah setelah shahasase atau pemberian
uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
Gejala yang ada:
Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perdarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul:
Syok/tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil eksiremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
D.
Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat
mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia
uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah
atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir.
Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per
liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog
sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin
merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40
menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan
antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding
oksitosin.
E.
Penanganan
1.
Resutasi cairan
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda
vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan
golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah
2.
Uteornika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi
oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang
efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin
dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan
oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat
sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot
alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.
Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis
maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme
perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15
metil prostaglandin F2alfa. Dapat
diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat
diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal
dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan
efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala,
hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga
pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka
kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal
temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan
sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan
prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan
atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan
penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
0)
Masase
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi
kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera
setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
3.
Kompresi Bimanual
a.
Kompresi bimanual interna
Kompresi Bimanual Interna adalah tangan kiri penolong
dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks
anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang
fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari
lain di belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan antara
lain, yaitu tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian
menekannya terhadap tangan kiri.
Tindakan
Kompresi bimanual internal :
1)
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril, dengan lembut memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung
jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
2)
Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada
tidaknya selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan
uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3)
Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan
dinding anterior uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan
dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
4)
Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam
dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5)
Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
·
Jika uterus berkontraksi dan perdarahan
berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama
kala IV
·
Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus
berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di
bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
·
Kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit,
ajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian
teruskan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta
keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
b.
Kompresi Bimanual eksterna
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang
efektif untuk mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi
bimanual ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan
dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus
dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan. Penolong
dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna
sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia
uteri.
Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu
sangat penting, demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung
tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
1)
Peralatan
·
Sarung tangan steril
·
Cairan infuse
·
Peralatan infuse
·
Jarum infuse
·
Plester
·
Kateter urin
2)
Prosuder kompresi bimanual eksterna
·
Bila mungkin mintalah bantuan seseorang
·
Cobalah massage ringan agar uterus berkontraksi
·
Periksa apakah kandung kencing penuh.jika
kandung kencing penuh,mintalah ibu untuk buang air kecil.bila tidak
berhasil,pasanglah kateter
·
Jika perdarahan tidak berhenti, lakukan kompresi
bimanual eksterna.
Ada
beberapa cara dalam melakukan kompresi bimanual eksterna yaitu:
Cara I
·
Tangan kiri menggenggam rahimdari luar dan dasar
rahim,
·
Tangan kanan menggenggam rahim bagian bawah,
·
Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari
rongga panggul, sedangkan tangan kanan memeras bagian bawah rahim.
Cara II
·
Letakan satu tangan pada dinding perut dan
usahakan sedapat mungkin bagian belakang uterus,
·
Letakan tangan dan lain dalam keadaan terkepal
pada bagian depan kurpus uteri,
·
Kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan
pembuluh darah ke dinding uterus dengan jalan menjepit uterus diantara kedua
tangan tersebut.
o
Berikan 10 unit oksitoksin (syntocinon) secara
IM atau melalui infuse jika mungkin, kemudian berikan ergometrin 0,2 mg
(methergin) IM, kecuali jika ibu menderita hipertensi berat. Dapat juga
diberikan 0,5 mg syntometrin IM jika ibu tidak menderita hipertensi. Jika
perdarahan berkurang atau berhenti mintalah ibu menyusui bayi.
o
Jika hal ini tidak berhasil menghentikan
perdarahan dan uterus tetap tidak berkontraksi walaupun telah di rangsang
dengan mengusap-usap perut pasanglah infuse.
c.
Kompresi Aorta Abdominal
Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan
kompresi aorta abdominalis tidak ada, kecuali sedapat mungkin teknik yang
benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk sementara waktu sehingga
perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.
Tata cara komperesi aorta abdominalis:
1)
Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat
dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.
2)
Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga
bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.
3)
Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan
bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan
uterotonika secara intravena.
Tekhnik Penekanan Aorta
o
Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan
diletakan diatas pers abdominalis aorta melalui dinding abdomen
o
Titik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak
kekiri
o
Denyut aorta dapat diraba dengan mudah melalui
dinding abdomen anterior segera pada periode pascapartum
o
Dengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral
untuk memeriksa keadekuatan kompresi
o
Jika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan
yang dikeluarkan kepalan tangan tidak adekuat
o
Jika denyut nadi femoral tidak teraba tekanan
yang dikeluarakan kepalan tangan adekuat
o
Pertahanan kompresi sampai darah terkontrol
o
Jika pendarahan berlanjut walaupun kompresi
telah dilakukan
o
Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteri
o
Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah
terakhir
4.
Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian
air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia
uteri. Pemberian 1-2 liter salin
47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator
tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan
uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga
memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus
terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika
broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam,
sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing
diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi
5.
Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina
menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri
uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari
rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium,
untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat
dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada
segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina
atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada
segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika
perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral
ligasi vasa ovarian.
a.
Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter
menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum
lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik
ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka
interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka
yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
b.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”,
ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative
untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
c.
Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak
terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.