Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu
pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti
membuat manusia lebih berbudaya. Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara
lain:
- Teologi
- Filsafat
- Hukum
- Sejarah
- Filologi
- Bahasa, Budaya & Linguistik (Kajian bahasa)
- Kesusastraan
- Kesenian
- Psikologi
·
Teologi (bahasa Yunani θεος, theos,
"Allah, Tuhan", dan λογια, logia,
"kata-kata," "ucapan," atau "wacana") adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan (Lih. bawah, "Teologi dan agama-agama lain di
luar agama Kristen"). Dengan demikian, teologi adalah
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan Tuhan. Para teolog
berupaya menggunakan analisis dan argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar dalam
salah satu bidang dari topik-topik
agama. Teologi memampukan seseorang
untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya, menolong
membuat perbandingan antara berbagai tradisi, melestarikan, memperbaharui suatu
tradisi tertentu, menolong penyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-sumber
dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk
berbagai alasan lainnya.
·
Kata 'teologi'
berasal dari bahasa Yunani koine, tetapi lambat laun memeroleh makna yang
baru ketika kata itu diambil dalam bentuk Yunani maupun Latinnya oleh para
penulis Kristen. Karena itu,
penggunaan kata ini, khususnya di Barat, mempunyai latar belakang Kristen.
Namun, pada masa kini istilah tersebut dapat digunakan untuk wacana yang
berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang berbagai agama. Di lingkungan
agama Kristen sendiri, disiplin 'teologi' melahirkan banyak sekali
sub-divisinya.
·
Dalam gereja
Kristen, teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian artinya menjadi lebih luas, yaitu membahas
keseluruhan ajaran dan praktik
Kristen.[1] Dalam upaya
merumuskan apa itu ilmu teologi, maka ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan, yaitu tidak
akan ada teologi Kristen tanpa keyakinan bahwa Allah bertindak atau berfirman
secara khusus dalam Yesus Kristus yang menggenapi perjanjian dengan umat Israel.[1]
·
Pada Abad Pertengahan,
teologi merupakan subyek utama di sekolah-sekolah universitas dan biasa
disebut sebagai "The Queen of the Sciences". Dalam hal ini ilmu filsafat merupakan dasar yang membantu pemikiran dalam
teologi.
·
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
·
Logika merupakan
sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat
filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di
samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan
ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling
dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan
sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo
dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah,
terutama bagi raja-raja yang memerintah.[1]
Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari
peristiwa penting masa lalu manusia.[2]
Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah
lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang
mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Dahulu, pembelajaran mengenai
sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora).
Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial,
terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah
mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan
pada masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi,
historiografi, genealogi, paleografi, dan kliometrik.
Daftar
isi
|
[sunting] Etimologi
Kata sejarah secara harafiah
berasal dari kata Arab (شجرة:
šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ). Adapun kata tarikh dalam
bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan.
Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti
ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history,
yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte
yang berarti sudah terjadi.
Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa,
asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu
terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah
sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa
Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal
gescheiedenis.
Menilik pada makna secara kebahasaan
dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah
menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting
dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah
ini dengan membuat periodesasi
[sunting] Klasifikasi
Karena lingkup sejarah sangat besar,
perlu klasifikasi yang baik untuk memudahkan penelitian. Bila beberapa penulis
seperti H.G. Wells, Will
Durant, dan Ariel
Durant menulis sejarah dalam lingkup umum,
kebanyakan sejarawan memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah
informasi dalam sejarah, antara lain:
- Berdasarkan kurun waktu (kronologis).
- Berdasarkan wilayah (geografis).
- Berdasarkan negara (nasional).
- Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis).
- Berdasarkan topik atau pokok bahasan (topikal).
Dalam pemilahan tersebut, harus
diperhatikan bagaimana cara penulisannya seperti melihat batasan-batasan
temporal dan spasial tema itu sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka
sejarawan mungkin akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi.
Inilah sebabnya Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai Bapak Sosiologi mengejek sejarah
sebagai "penata batu-bata" dari fakta-fakta sosiologis.
Banyak orang yang mengkritik ilmu
sejarah. Para pengkritik tersebut melihat sejarah sebagai sesuatu yang tidak
ilmiah karena tidak memenuhi faktor-faktor keilmuan, terutama faktor
"dapat dilihat atau dicoba kembali", artinya sejarah hanya dipandang
sebagai pengetahuan belaka, bukan sebagai ilmu. Sebenarnya, pendapat ini kurang bisa diterima akal sehat
karena sejarah mustahil dapat diulang walau bagaimana pun caranya karena
sejarah hanya terjadi sekali untuk selama-lamanya. Walau mendapat tantangan
sedemikian itu, ilmu sejarah terus berkembang dan menunjukkan keeksisannya
dalam tataran ilmu.
[sunting] Catatan sejarah
Sebuah sketsa dari Perpustakaan Alexandria pada masa lalu
Ahli sejarah mendapatkan informasi
mengenai masa lampau dari berbagai sumber, seperti catatan yang ditulis atau
dicetak, mata uang atau benda bersejarah lainnya, bangunan dan monumen, serta
dari wawancara (yang sering disebut sebagai "sejarah penceritaan",
atau oral history dalam bahasa Inggris). Untuk sejarah modern,
sumber-sumber utama informasi sejarah adalah: foto, gambar bergerak (misalnya:
film layar lebar), audio, dan rekaman video. Tidak semua sumber-sumber ini
dapat digunakan untuk penelitian sejarah, karena tergantung pada periodeyang
hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah juga bergantung pada historiografi,
atau cara pandang sejarah, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Ada banyak alasan mengapa orang
menyimpan dan menjaga catatan sejarah, termasuk: alasan administratif (misalnya:
keperluan sensus, catatan pajak, dan catatan perdagangan), alasan politis (guna memberi
pujian atau kritik pada pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting),
alasan keagamaan, kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade),
catatan keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya surat-menyurat), dan hiburan.
Namun dalam penulisan sejarah,
sumber-sumber tersebut perlu dipilah-pilah. Metode ini disebut dengan kritik
sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua macam, yaitu ekstern dan intern.
Kritik ekstern adalah kritik yang pertama kali harus dilakukan oleh sejarawan
saat dia menulis karyanya, terutama jika sumber sejarah tersebut berupa benda.
Yakni dengan melihat validisasi bentuk fisik karya tersebut, mulai dari bentuk, warna dan
apa saja yang dapat dilihat secara fisik. Sedang kritik intern adalah kritik
yang dilihat dari isi sumber tersebut, apakah dapat dipertanggungjawabkan atau
tidak.
Wawancara juga dipakai sebagai
sumber sejarah. Namun perlu pula sejarawan bertindak kritis baik dalam
pemilahan narasumber sampai dengan translasi ke bentuk digital atau tulisan.
[sunting] Sejarah dan prasejarah
Sejarah
manusia dan prasejarah
|
>>
Neolitikum:
peradaban
>>
Timur Dekat
| India
• Eropa
• China
• Korea
>>
Keruntuhan
Zaman Perunggu • Timur
Dekat Kuno • India
• Eropa
• China
• Jepang
• Korea
• Nigeria
|
Sejarah
|
|
lihat pula: Modernitas,
Futurologi
|
Dulu, penelitian tentang sejarah
terbatas pada penelitian atas catatan tertulis atau sejarah yang diceritakan.
Akan tetapi, seiring dengan peningkatan jumlah akademik profesional
serta pembentukan cabang ilmu pengetahuan yang baru sekitar abad ke-19 dan 20,
terdapat pula informasi sejarah baru. Arkeologi,
antropologi,
dan cabang-cabang ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi yang baru,
serta menawarkan teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak ahli sejarah
yang bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini termasuk dalam ilmu
sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak semata-mata atas catatan
tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu nirleka,
dikemukakan. Istilah "prasejarah" digunakan untuk mengelompokkan
cabang ilmu pengetahuan yang meneliti periode sebelum ditemukannya catatan
sejarah tertulis.
Pada abad ke-20, pemisahan antara
sejarah dan prasejarah mempersulit penelitian. Ahli sejarah waktu itu mencoba
meneliti lebih dar sekadar narasi sejarah politik yang biasa mereka gunakan.
Mereka mencoba meneliti menggunakan pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah
ekonomi, sosial, dan budaya. Semuanya membutuhkan bermacam-macam sumber. Di
samping itu, ahli prasejarah seperti Vere
Gordon Childe menggunakan arkeologi untuk
menjelaskan banyak kejadian-kejadian penting di tempat-tempat yang biasanya
termasuk dalam lingkup sejarah (dan bukan prasejarah murni). Pemisahan seperti
ini juga dikritik karena mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang
ditemukan di Afrika Sub-Sahara dan di Amerika sebelum
kedatangan Columbus.
Akhirnya, secara perlahan-lahan
selama beberapa dekade belakangan ini, pemisahan antara sejarah dan prasejarah
sebagian besar telah dihilangkan.
Sekarang, tidak ada yang tahu pasti
kapan sejarah dimulai. Secara umum sejarah diketahui sebagai ilmu yang
mempelajari apa saja yang diketahui tentang masa lalu umat manusia (walau sudah
hampir tidak ada pemisahan antara sejarah dan prasejarah, ada bidang ilmu
pengetahuan baru yang dikenal dengan Sejarah
Besar). Kini sumber-sumber apa saja yang
dapat digunakan untuk mengetahui tentang sesuatu yang terjadi pada masa lampau
(misalnya: sejarah penceritaan, linguistik,
genetika, dan
lain-lain), diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli sejarah.
[sunting] Historiografi
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Historiografi
Historiografi adalah ilmu yang
meneliti dan mengurai informasi sejarah berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat. Walau
tentunya terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam semua
penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di antaranya
adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari sudut pandang ideologis,
misalnya: historiografi Marxisme.
Ada pula satu bentuk pengandaian
sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal dengan sebutan "sejarah
virtual" atau "sejarah kontra-faktual" (yaitu: cerita sejarah
yang berlawanan -- atau kontra -- dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli
sejarah yang menggunakan cara ini untuk mempelajari dan menjelajahi
kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila suatu kejadian tidak berlangsung atau
malah sebaliknya berlangsung. Hal ini mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah
alternatif.
[sunting] Metode kajian sejarah
Ahli-ahli sejarah terkemuka yang
membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain: Leopold
von Ranke, Lewis
Bernstein Namier, Geoffrey
Rudolf Elton, G.
M. Trevelyan, dan A.
J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli
sejarah mulai meninggalkan narasi
sejarah yang bersifat epik nasionalistik,
dan memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih realistik.
Ahli sejarah dari Perancis
memperkenalkan metode sejarah
kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah
besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika, terutama
mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih
mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan
ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Dalam beberapa tahun kebelakangan
ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya
dilakukan kajian sejarah. Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah
interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam
bukunya yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan
Sejarah), Richard
J. Evans, seorang profesor bidang sejarah
modern dari Universitas Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk
masyarakat.
[sunting] Belajar dari sejarah
Sejarah adalah topik ilmu
pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan
hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari
para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk
pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang
sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi
kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat
mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat
sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang
zaman.
Salah satu kutipan yang paling
terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis
oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana.
Katanya: "Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk
mengulanginya."
Filsuf dari Jerman, Georg
Wilhelm Friedrich Hegel
mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: "Inilah yang diajarkan
oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah
belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya." Kalimat
ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill,
katanya: "Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa
kita tidak benar-benar belajar darinya."
Winston Churchill, yang juga mantan
jurnalis dan seorang penulis memoar yang berpengaruh, pernah pula berkata "Sejarah akan
baik padaku, karena aku akan menulisnya." Tetapi sepertinya, ia bukan
secara literal merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah
kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal: "Sejarah ditulis oleh
sang pemenang." Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan
menjadi lebih berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk
meninggalkan jejak sejarah -- dan pemelesetan fakta sejarah -- sesuai dengan
apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan
bahwa kekuatan sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh
usaha manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah,
orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri
sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang
menyatakan bahwa sejarah tidak pernah berulang, karena setiap kejadian sejarah
adalah unik. Dalam hal ini, ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya
suatu kejadian sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang
lagi. Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian pada masa
lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian pada masa
sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya
benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari setiap
kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan seksama diambil
dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi pelajaran yang penting.
Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam dapat terus dan harus
ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana alam memang, dengan sendirin
·
Definisi
hukum menurut beberapa pakar yaitu:
·
R. Soeroso, SH
Definisi hukum secara umum : himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Definisi hukum secara umum : himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
·
Unsur-unsur
yang terkandung dalam definisi hukum sebagai berikut :
1. peraturan dibuat oleh yang berwenang
2. tujuannya mengatur tata tertib kehidupan masyarakat
3. mempunyai ciri memerintah dan melarang
4. bersifat memaksa dan ditaati
1. peraturan dibuat oleh yang berwenang
2. tujuannya mengatur tata tertib kehidupan masyarakat
3. mempunyai ciri memerintah dan melarang
4. bersifat memaksa dan ditaati
·
Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum : segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Hukum : segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
·
Drs. C.S.T. Kansil, SH
Hukum itu mengadakan ketata-tertiban dalam pergaulan manusia, sebagai keamanan dan ketertiban terpelihara.
Hukum itu mengadakan ketata-tertiban dalam pergaulan manusia, sebagai keamanan dan ketertiban terpelihara.
·
J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu.
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu.
·
Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
·
Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
·
E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup - perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup - perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
·
Sebabnya
hukum ditaati orang menurut Utrecht, yaitu:
·
1.
Karena orang merasakan bahwa peraturan dirasakan sebagai hukum. Mereka benar
berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.
·
2.
Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Penerimaan rasional
itu sebagai akibat adanya sanksi-sanksi hukum supaya tidak mendapatkan
kesukaran, orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum karena melanggar
hukum mendapat sanksi hukum.
·
3.
Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataannya banyak orang yang tidak
menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum/belum. Mereka tidak menghiraukan dan
baru merasakan dan memikirkan apabila telah melanggar hingga merasakan akibat
pelanggaran tersebut. Mereka baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya
dibatasi oleh peraturan hukum yang ada.
·
4.
Karena adanya paksaan (sanksi) sosial. Orang merasakan malu atau khawatir
dituduh sebagai orang yang asosial apabila orang melanggar suatu kaidah
sosial/hukum.
·
Sedangkan
tujuan hukum itu sendiri menurut:
1. Apeldoorn adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
1. Apeldoorn adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
·
2.
Prof. Soebekti, tujuan hukum adalah mengabdi tujuan negara yang intinya
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya.
·
Hukum[4]
adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan.[5]
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan
peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah
supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela."[6][7]
[sunting]
Bidang hukum
Hukum dapat dibagi dalam berbagai
bidang, antara lain hukum pidana/hukum
publik, hukum perdata/hukum
pribadi]], hukum acara, hukum tata
negara, hukum
administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional,
hukum
adat, hukum islam,
hukum agraria,
hukum bisnis,
dan hukum lingkungan.
[sunting]
Hukum pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah
hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek
hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh
peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa
pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2
jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang
tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga
bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku
pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya
mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran
ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak
memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain,
seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam
berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari
zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS).
KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia
dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana
yang diatur di luar KUHP (lex specialis)
[sunting]
Hukum perdata
Salah satu bidang hukum yang
mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan
saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil.
Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau
kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan
antara lain menjadi:
- Hukum keluarga
- Hukum harta kekayaan
- Hukum benda
- Hukum Perikatan
- Hukum Waris
[sunting]
Hukum acara
Untuk tegaknya hukum materiil
diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara
merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang
menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum
materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang
menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil.
Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana,
untuk hukum materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk
hukum materiil tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha negara.
Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para polisi, jaksa, advokat,
hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan.
Hukum acara pidana yang harus
dikuasai oleh polisi terutama hukum acara pidana yang mengatur soal
penyelidikan dan penyidikan, oleh karena tugas pokok polisi menrut hukum acara
pidana (KUHAP) adalah terutama melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan.
Yang menjadi tugas jaksa adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim
pidana. Oleh karena itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang
terkait dengan tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara
perdata. termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan
hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum acara tata
usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak diberi peran
seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang mewakili seseorang
untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun gugatan tata usaha negara,
terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan kliennya. Gugatan itu akan
diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang digugat dapat pula menunjuk
seorang advokat mewakilinya untuk menangkis gugatan tersebut.
Tegaknya supremasi hukum itu sangat
tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan
hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan
kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan
petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar
menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan
di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak
hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk
menaati hukum.
[sunting]
Sistem hukum
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Sistem hukum di dunia
Ada berbagai jenis sistem hukum yang
berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain
sistem hukum Eropa Kontinental, common law system, sistem hukum Anglo-Saxon,
sistem hukum adat, sistem hukum agama.
[sunting]
Sistem hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa Kontinental
adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan
hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih
lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di
negara yang menganut sistem hukum ini.
Common law system adalah SUATU
sistem hukum yang digunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran
frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi
hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.
[sunting]
Sistem hukum Anglo-Saxon
Sistem Anglo-Saxon
adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi,
yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia,
Inggris,
Australia,
Selandia Baru,
Afrika Selatan,
Kanada
(kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika
Serikat (walaupun negara bagian Louisiana
mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental
Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan
sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang
menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan
hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya
penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang
karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum
lebih menonjol digunakan oleh hakim,
dalam memutus perkara.
[sunting]
Sistem hukum adat/kebiasaan
Hukum Adat
adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu
wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum
adat. dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah
tertentu.
[sunting]
Sistem hukum agama
Sistem hukum agama
adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum
agama biasanya terdapat dalam Kitab
Suci.
.
[sunting]
Hukum Indonesia
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Hukum
Indonesia
Indonesia adalah negara yang
menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum
Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah)
Islam. Uraian lebih lanjut ada pada bagian Hukum
Indonesia.
Etika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul
dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral.[rujukan?]
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.[rujukan?]
St. John of Damascus (abad ke-7
Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.[rujukan?]
Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis
kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[1] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia.[rujukan?]
Secara metodologis, tidak setiap
hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.[rujukan?]
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi.[rujukan?]
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika
adalah tingkah laku manusia.[rujukan?]
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.[2]
Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan
nilai etika), dan etika
terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika).[rujukan?]
sunting] Jenis Etika
[sunting] Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika yang berasal
dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena
itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.[rujukan?]
Etika termasuk dalam filsafat,
karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat.[rujukan?]
Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya
juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:[3]
1. Non-empiris[rujukan?] Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan
pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat
berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik
gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti
pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang
apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Praktis[rujukan?] Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu
“yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang
“apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti
menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan
reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati
nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa
lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu
menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
[sunting] Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat
berkaitan dengan etika
teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing.[rujukan?]
Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu
banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat
dimengerti setelah memahami etika secara umum.[4]
Secara umum, etika teologis dapat
didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi
teologis.[5] Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara
etika filosofis dan etika teologis.[rujukan?]
Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika
yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang
Ilahi, serta memandang
kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.[rujukan?]
Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris.[6] Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika
secara umum, yaitu tingkah laku manusia.[rujukan?]
Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa
yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan
kehendak Allah.[7]
Setiap agama dapat memiliki etika
teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem
nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang
lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.[rujukan?]
[sunting] Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis
Terdapat perdebatan mengenai
posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.[rujukan?]
Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol
yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:[8]
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi,
yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis
dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan
mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya
adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan
etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan
etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat
diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.
Mengenai pandangan-pandangan di
atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat
dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika
teologis.[rujukan?]
Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu
belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun
kedudukan etika filosofis telah diperkuat.[rujukan?]
Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun
keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.[9]
Ada pendapat lain yang menyatakan
perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya.[10] Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan
hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.[rujukan?]
Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu
tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya
hidup
Definisi
Etika
Pengertian Etika (Etimologi),
berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk
jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin-dari hal-hal
tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi
dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu:
• Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
• Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
• Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
5. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu secara umum¬nya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. .
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
• Menurut Maryani & Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau prifesi.
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
• Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
• Menurut Kamus Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral.
• Menurut Ahli filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
• Menurut Ahli Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya dalam berperilaku.
2. Definisi tentang etika dapat di klasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut :
• Jenis Pertama, Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia
• Jenis Kedua, Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
• Jenis Ketiga, Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terh
Pengertian Etika Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
etika adalah:
• Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika terbagi atas dua :
Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu:
• Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
• Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
• Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
5. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu secara umum¬nya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. .
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
• Menurut Maryani & Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau prifesi.
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
• Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
• Menurut Kamus Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral.
• Menurut Ahli filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
• Menurut Ahli Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya dalam berperilaku.
2. Definisi tentang etika dapat di klasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut :
• Jenis Pertama, Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia
• Jenis Kedua, Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
• Jenis Ketiga, Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terh
Pengertian Etika Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
etika adalah:
• Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika terbagi atas dua :
Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).