Rabu, 08 Oktober 2014

penyakit Lou Gehrig

Penyakit ALS

ALS ? Hmm…apa  itu? 

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah salah satu jenis penyakit yang tergolong dalam penyakit saraf motor  atau Motor Neuron Disease (MND). Ada juga yang menyebutnya sebagai penyakit Charcot, untuk menghormati Jean-Martin Charcot, dokter ahli patologi Perancis yang kemudian merintis neurologi, yang memperhatikan dan melaporkan dengan cermat gejala pada pasien dan mengusulkan suatu diagnose pada tahun 1874. Turner et al (2010) mengeksplorasi pekerjaan-pekerjaan pioneer dalam ALS/MND ini. Di Amerika Serikat penyakit ini juga dikenal dengan nama Lou Gehrig Disease, karena Lou Gehrig, seorang pemain baseball superstar klub Yankees New York, wafat karena penyakit ALS. Informasi tentang sistem saraf manusia secara umum dan yang relevan dengan MND atau ALS, serta informasi umum tentang ALS dan perawatannya, saya peroleh terutama dari buku Mitsumoto (2009) dan dari panduanMcCarthy (2012). Untuk informasi spesifik, referensinya saya tunjukkan langsung pada akhir kalimat atau gambar yang bersangkutan. Koleksi bacaan yang lebih luas daripada  yang saya rujuk untuk tulisan ini, ada di Rak Buku.
Jika diuraikan kata demi kata, Amyotrophic Lateral Sclerosis berarti: A: tanpa, myo: otot, troph: makanan (substansi untuk hidup dan tumbuh), lateral: sisi (kiri/kanan tulang belakang), sclerosis: pengerasan . Artinya ALS adalah pengerasan (menjadi tak berfungsi) otot yang disebabkan karena otot tak menerima asupan substansi untuk hidup dan tumbuh.
Yang terjadi sebenarnya bukanlah otot-otot itu tidak menerima asupan makanan, tetapi tidak menerima perintah dari “pusat” alias otak. ALS adalah penyakit yang disebabkan oleh degenerasi sel saraf motor. Padahal sel saraf motor inilah yang berfungsi sebagai pemicu dan pengendali gerak otot pada hampir seluruh tubuh kita. Belum jelas dan pasti apa yang menyebabkan sel saraf motor mengalami degenerasi. Yang jelas, karena jumlah sel saraf motor yang sehat semakin berkurang karena berangsur rusak atau bahkan mati, maka semakin sedikit pula perintah dari pengatur saraf pusat yang sampai ke otot. Akibatnya penderita ALS tidak selalu bisa menggerakkan ototnya sekehendaknya. Bayangkan saja saat Anda ingin berjalan. Keinginan Anda ini dengan seketika akan mewujud dalam bentuk perintah yang dibawa oleh sel saraf motor dari sistem saraf pusat menuju ke semua otot-otot yang relevan, lalu otot-otot itu bergerak: Anda melangkah. Dalam situasi normal rangkaian proses ini akan berlangsung luar biasa cepat sehingga Anda tidak menyadari adanya tahapan-tahapan proses sejak keputusan untuk berjalan hingga akhirnya Anda mulai berjalan dan seterusnya. Karena proses degenerasi sel saraf motor berkelanjutan, maka semakin sedikit perintah yang tiba pada otot, dan semakin meluas otot-otot yang dipengaruhi. Perkaranya lagi, semakin sedikit otot bergerak, maka ukurannya akan mengerut. Akibatnya suatu gerakan yang biasa kita lakukan seperti mengangkat gelas, melangkah, berbicara, bahkan bernafas, dan lain-lain, akan dilaksanakan oleh otot yang terus-menerus mengecil. Oleh karenanya, pasien ALS merasa lemah dan amat lekas lelah.
Di dalam tubuh kita ada begitu banyak jaringan sel saraf motor (selanjutnya kita gunakan istilah internasional motor neuron) dan otot  yang menopang postur tubuh dan menggerakkan berbagai bagian tubuh kita. Karena ALS menyebabkan degenerasi motor neuron secara berangsur, pada awalnya penderita ALS umumnya tidak segera menyadari ada masalah dalam tubuhnya. Dapat kita bayangkan jika satu motor neuron mati, maka motor neuron tetangganya akan  membantu menyampaikan pesan yang seharusnya menjadi tugas motor neuron yang mati tadi (lihat Gambar 1). Motor neurons yang tersisa akan makin sedikit dan masing-masing dari mereka akan terpaksa menanggung tugas yang makin berat. Ini juga menjadi penyebab kelelahan pada penderita ALS. Situasi yang serupa terjadi juga pada sisi otot. Dalam situasi normal (volume otot penuh) maka amat mudah bagi kita untuk mengangkat gelas berisi penuh. Tetapi ketika karena pesan motor neuron makin sedikit yang sampai pada otot, volume otot lengan dan tangan  mengecil (disebut atrophy), misalnya menjadi 7/8 volume normal, maka bobot gelas berisi penuh tadi harus ditanggung oleh 7/8 otot lengan dan tangan. Tentu terasa lebih berat dan melelahkan.
mitsumoto'snerve
Gambar 1.  Inervasi dan denervasi pada serat otot. Disalin dari Fig. 2.2 buku Mitsumoto (2009)
ALS adalah penyakit yang progresif, artinya proses degenerasi motor neuron akan terus berlanjut dan  meluas ke semua bagian, dan ini berakibat pada meluasnya otot yang dipengaruhi.
Pada awalnya, motor neuron yang terdegenerasi terfokus pada lokasi amat terbatas, misalnya  yang berurusan dengan gerak telapak kaki kiri saja, atau telapak tangan kanan saja, atau pada daerah leher saja. Namun lambat atau cepat progres akan dirasakan pada bagian-bagian lain pada tubuh. Fokus lokasi awal, dan laju progres (cepat atau lambat) amat bervariasi dari pasien ke pasien. Yang jelas, semakin meluasnya dampak ALS pada tubuh dan semakin melemahnya tubuh mengakibatkan lumpuh. Ini bisa berakibat fatal karena otot-otot yang melaksanakan aktivitas bernafas dapat diserang pula oleh ALS. Kebanyakan pasien ALS wafat karena masalah pernafasan.

Gejala, tanda-tanda, dan progres ALS

Di bagian ini diberikan keterangan yang lebih terinci tentang ALS, termasuk statistik penderita. Perlu diingatkan di sini bahwa gejala, tanda, dan progres yang dialami amat bervariasi dari pasien ke pasien, sehingga angka-angka yang muncul dalam statistik harus diinterpretasi dengan bijaksana. Namun sebelum itu, kita perlu mengenali dulu dasar-dasar sistem saraf manusia.
Sistem saraf manusia terbagi atas (lihat Gambar 2):
  1. Sistem saraf pusat: otak, batang otak, sumsum tulang belakang
  2. Sistem saraf tepi: semua jaringan saraf yang berawal dari sumsum tulang belakang
2a. Saraf somatic: yang berurusan dengan gerak yang disadari.     Input berasal dari alat pengindera; Output menuju otot-otot penggerak rangka tubuh
2b  Saraf autonom: yang berurusan dengan gerak yang tidak disadari: Input berasal dari reseptor internal tubuh; output menuju otot organ yang halus dan  berbagai kelenjar (lihat Gambar 3):
2bi saraf simpatetik: respons ekstrim: “melawan atau kabur/lari”
2bii saraf parasimpatetik: respons rileks untuk meng-counter respons ekstrim saraf  simpatetik
Gambar 2. http://pharmacology2011.wikispaces.com/file/view/organs_cns.jpg/216007018/572×528/organs_cns.jpg
Gambar 3. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0161813X11001100
Motor neurons: terdapat di otak dan batang otak (disebut motor neuron atas) dan juga di sumsum tulang belakang (disebut motor neuron bawah). Pertanda penting adanya masalah ALS adalah melemahnya otot yang menunjukkan bahwa motor neuron bawah tidak berfungsi dengan normal. ALS juga dapat menyerang motor neuron atas. Kombinasi penyerangan ALS pada motor neuron atas dan bawah memberikan ciri khas ALS.
Motor neuron atas: berada di otak dan batang otak, dan bekerja mengatur motor neuron bawah yang berada di sumsum tulang belakang. Sebagian motor neuron atas dapat mengkontraksi langsung beberapa otot, sedangkan sebagian besar instruksi dialirkan melalui batang otak dan motor neuron bawah di sumsum tulang belakang. Kemampuan gerak yang trampil/halus adalah hasil kerjasama yang rumit dan dengan presisi tinggi antara motor neuron bawah dan sirkuit interneuron pada sumsum tulang belakang. Namun, dengan menyampaikan instruksi kendali lewat alur corticospinal, motor neuron atas dapat langsung mengaktivasi otot. Oleh karena itu, salah satu pertanda kegagalan fungsi motor neuron atas adalah berkurangnya ketrampilan/kehalusan motorik.
Batang otak: Pada batang otak terdapat neuron-neuron khusus yang mengendalikan motor neurons di sumsum tulang belakang. Neuron-neuron khusus ini mengatur sensitivitas refleks otot, kekencangan otot, dan keseimbangan antara kelompok otot fleksor dan ekstensor pada ekstremitas atas (lengan) dan ekstremitas bawah (kaki), batang tubuh, dan leher. Setiap kali Anda berdiam pada posisi/postur tubuh tertentu, maka neuron-neuron ini terus menerus mengendalikan kekencangan otot yang relevan dengan bagian tubuh yang akan mempertahankan postur tubuh. Proses ini terjadi secara otomatis, artinya tanpa Anda sadari.
Sistem limbic: tersusun atas beberapa bagian otak yang bersama-sama mewujudkan perasaan dan ekspresi emosional. Sistem limbic ini juga berurusan dengan berbagai fungsi autonom seperti pencernaan dan kelenjar-kelenjar. Studi terkini menunjukkan bahwa sistem limbic berpengaruh besar pada motor neurons bawah yang berada di batang otak dan sumsum tulang belakang. Oleh karena itu kondisi dan pengalaman emosional seseorang dapat  memicu aktivitas motor neuron di sumsum tulang belakang.
Motor neuron bawah: berada di batang otak dan sumsum tulang belakang dan menjulurkan serat-serat saraf untuk langsung meng-innervasi (men-saraf-i) serat-serat otot rangka. Motor neuron bawah ini posisinya terendah dalam hirarki pengendalian gerak.
Interneuron: merupakan neuron-neuron kecil pada materi kelabu anterior atau pada grup motor neuron di batang otak. Interneuron ini amat penting dalam menentukan bagaimana motor neuron bawah harus mengendalikan kontraksi suatu otot, sehingga penting dalam gerakan-gerakan halus dan juga gerak refleks. Interneuron menerima “instruksi” dari batang otak dan sistem limbic, dan juga menerima umpan balik dari otot-otot rangka.

Gejala

Gejala adalah apa yang dialami atau dirasakan. Contoh gejala awal ALS adalah menjadi sering tersandung, terlepas dan jatuhnya barang yang sedang dipegang, kesulitan mengancingkan baju, suara bicara menjadi parau yang aneh. Gejala lain adalah rasa lelah, kram pada ekstremitas, kedutan yang muncul dan berulang pada lokasi-lokasi otot tertentu, dan juga rasa melemahnya otot-otot tertentu. Gejala yang umumnya muncul pada tahap berikutnya adalah kesulitan pada daerah seputar leher seperti menelan, mengunyah, dan berbicara, sulit membuka/menutup mulut dengan sempurna, tergigitnya dinding pipi, bibir, lidah, ketika merapatkan rahang, menutup kelopak mata dengan rapat, dan kesulitan pada ekstremitas seperti berjalan, mengangkat, menulis, dll.

Tanda-tanda

Tanda-tanda adalah apa yang dapat  dilihat dan diukur.
Degenerasi pada motor neuron atas mengakibatkan tanda-tanda:
  • Otot-otot kehilangan ketrampilan gerak, sehingga gerakan kaku/patah-patah
  • Sulit mempertahankan gerakan berulang dengan frekuensi tinggi, seperti mengetuk jari ke meja dengan cepat, menggulung lidah dengan cepat, dll.
  • Spastisitas: otot menjadi tegang ketika diregangkan dan gangguan pada motor neuron menyebabkan jeda pada relaksasi yang harusnya melawan ketegangan otot.
  • Spastic bulbar palsy: spastisitas pada otot-otot bulbar menyebabkan gerakan kaku dan lambat untuk mengunyah, menelan, berbicara, dan terkadang menyebabkan juga labilitas emosi (kesulitan dalam mengendalikan dorongan untuk menangis dan tertawa yang berlebihan)
  • refleks menjadi hiperaktif
  • refleks patologis seperti efek Babinsky: ketika telapak kaki disentuh dengan benda tumpul dari arah tumit ke jari kaki, ibu jari kaki akan mencuat dan jari-jari kaki yang lain berurai. Pada kondisi normal, perlakuan yang sama akan membuat ibu jari kaki menekuk.
Degenerasi pada motor neuron bawah akan memunculkan tanda-tanda:
  • Otot terasa lemah dan mengalami atrophy
  • Kedutan pada serat-serat otot
  • Kram otot
  • Refleks melemah
  • Berkurangnya kekencangan (tone) otot (flaccidity), termasuk flaccid bulbar palsy. Berlawanan dari spastic (kekakuan) bulbar palsy akibat degenerasi motor neuron atas, pada kondisi flaccid otot menjadi tidak kencang (lemas/pasif).
  • Dysarthria: sulit mengartikulasikan ucapan
  • Dysphagia: sulit mengunyah dan/atau menelan; sulit koordinasi antara menelan dan bernafas, sehingga terkadang pasien tersedak atau terjadi aspirasi, yakni masuknya makanan/minuman ke tenggorokan
  • Sialorrhea: keluarnya air liur karena berkurangnya efektivitas proses penelanan air liur yang otomatis dan kesulitan mengatupkan bibir dengan rapat.
  • Melemahnya otot-otot pengendali pernafasan yang mengakibatkan menurunnya kapasitas nafas sehingga nafas tersengal bahkan pada saat diam
Karena mayoritas penderita ALS berusia lebih dari 60 tahun, kebanyakan pasien mengira tanda-tanda di atas adalah tanda-tanda penuaan normal.

Onset

Onset adalah lokasi fokus gejala dan tanda-tanda pada awal penyerangan ALS. Sebagian besar (sekitar 75%) pasien ALS mengalami onset pada daerah kaki atau tangan (limb onset), sedangkan sekitar 25% mengalami onset pada daerah seputar leher (disebut bulbar onset). Disfungsi laryngeal merupakan fitur paling menonjol pada simtomatologi klinis bulbar onset, seperti ketidaknormalan yang tipikal pada suara dan artikulasi saat bicara, juga kesulitan menelan (Watts & Vanryckeghem, 2001). Ada juga laporan tentang onset pada daerah pernafasan (respiratory onset). Untungnya onset yang terakhir ini amat jarang; pasien seperti ini mengalami kemunduran yang drastis karena penyerangan ALS berawal pada motor neuron untuk otot pernafasan, padahal pernafasan begitu sentral dalam kehidupan tubuh kita.

Diagnosa

Seperti telah disebutkan, proses degenerasi motor neuron berlangsung bertahap, sehingga pada awalnya gejalanya samar dan jika pun dirasakan, sering tidak dihiraukan. Gejala yang nampak juga bisa mirip dengan gejala penyakit lain. Oleh sebab itu amat sulit mendiagnose ALS. Tidak jarang diagnose ALS diterima pasien ketika ALS sudah dalam tahap yang relatif lanjut.
Pada umumnya, saat berkunjung ke dokter, Anda akan diminta menceritakan sejarah keluhan Anda, tidak hanya apa yang Anda keluhkan saat itu. Dokter lalu dapat bertanya tentang hal yang lebih luas atau hal yang lebih spesifik sambil memeriksa Anda. Jika dokter dapat menduga beberapa kemungkinan masalah, dokter akan meminta pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan darah, urine, dll. Beberapa di antaranya:
    • Pemeriksaan darah dan urine: terkadang ada kenaikan kreatinin kinase pada darah penderita MND, walaupun ini bukan spesifik MND. Prosedur pemeriksaan darah dan urine terutama dilaksanakan untuk mengeliminasi penyebab lain selain ALS yang memberikan gejala dan tanda yang serupa
    • Scan otak dan tulang belakang menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI): teknik scanning menggunakan gelombang radio dan medan magnet yang kuat ini menghasilkan citra otak dan/atau tulang belakang yang kemudian dibandingkan dengan kondisi normal/sehat. Cara ini lebih untuk mendeteksi stroke, Alzheimer, Parkinson, atau tumor.
    • Electromyography (EMG): ini adalah teknik mengukur aktivitas kelistrikan dalam otot pada saat otot berkontraksi dan saat rileks. Jarum akan ditusukkan pada berbagai otot secara bergantian. Otot-otot yang kurang di-saraf-i menunjukkan aktivitas kelistrikan yang berbeda dari otot sehat, bahkan sebelum pasien merasakan kelemahan pada otot yang bersangkutan.
    • Nerve Conduction Test: ini untuk menguji seberapa cepat dan baik saraf meneruskan impuls listrik: apakah ada penurunan laju rambat dan kekuatan impuls.
Banyak dokter ahli saraf menggunakan kriteria El Escorial untuk menentukan diagnose ALS. Pada  umumnya hasil yang positif pemeriksaan tahap awal akan memasukkan pasien pada kategori  “kemungkinan ALS”. Konfirmasi diagnose akan diberikan beberapa bulan kemudian apabila terlihat adanya progres ALS seperti pelemahan otot, pengecilan otot, kedutan, otot kaku, dll, pada lebih dari 3 bagian tubuh (misal: kaki kiri, lengan kiri, leher).

Progress ALS

Elemen-elemen utama dalam ALS

Walaupun diamati keanekaragaman dampak ALS pada pasien cukup lebar, dengan variansi yang tidak kecil pula, tetap ada beberapa elemen utama dalam dampak ALS pada pasien yang nampaknya cukup generic.  Artinya elemen-elemen ini ada pada hampir semua pasien ALS, paling tidak sejak tahap menengah dan berikutnya. Mengikuti progres ALS pada elemen-elemen utama ini memberikan petunjuk tentang progress ALS secara umum pada seorang pasien. Ini dapat menjadi dasar untuk mengusulkan suatu prognosis.  Antisipasi kondisi lanjutan ini penting untuk diketahui untuk mempersiapkan perawatan yang optimal pada pasien.
  • Progres pelemahan pada otot-otot ekstremitas (lengan, tangan, kaki, telapak kaki)
  • Progres pelemahan pada otot-otot seputar leher dan bahu
  • Progres pelemahan pada otot-otot bulbar
  • Progres pelemahan pada otot diafragma, otot antar tulang rusuk, dan otot abdomen: progres pada kelompok otot ini berdampak pada kemampuan bernafas
  • Gangguan pada aliran pencernaan
  • Nyeri: pada tahap awal dan menengah, nyeri terasa pada saat otot kram. Yang menarik adalah pada tahap lanjut, ketika otot sudah sedemikian lemah, otot tak sanggup lagi ber-kram. Nyeri pada tahap lanjut banyak disebabkan oleh pengerutan otot di daerah persendian, juga tulang dan saraf tertekan karena “bantalan” otot sudah menipis, serta distribusi beban tubuh yang tidak lagi optimal (akan ada bagian-bagian tubuh yang secara “tidak adil” harus menopang berat tubuh atau mengendalikan gerak).

Langkah penting setelah diagnosa

Terkena penyakit ALS memberikan konsekuensi yang besar dan dalam tidak hanya untuk pasien, tetapi juga untuk keluarga dan lingkungan terdekatnya (termasuk lingkungan kerjanya). Bahwasanya fakta sementara ALS adalah penyakit fatal dan belum ada obatnya, membuat diagnose ALS bukanlah hal yang mudah diterima. Di banyak klinik ALS di negara maju, ada prosedur standard untuk menyampaikan diagnose ALS pada pasien: harus private, dalam keadaan tenang dan tidak terburu-buru, pasien harus ditemani dengan orang terdekat, dokter ahli saraf menyampaikan diagnose dengan hati-hati dan memperhatikan respons dari pasien. Pertanyaan dan kekhawatiran harus ditanggapi dengan baik. Dokter ahli saraf sebaiknya ditemani oleh tim dokter dan pendukung rawat yang akan memonitor dan memberikan perawatan selama ALS ber-progres pada pasien. Tim ini dapat tersusun atas dokter-dokter ahli penyakit dalam, ahli pernafasan, ahli jantung, fisioterapis, ahli nutrisi, dll. Dalam kondisi lanjut, tim bisa diperluas hingga mencakup pendukung aspek non-medis seperti bantuan hukum dan sosial.
Tim ini seyogyanya segera melaksanakan berbagai pemeriksaan untuk mengetahui kondisi tubuh secara menyeluruh pada saat diagnose, seperti kemampuan pernafasan, kondisi jantung dan tekanan darah, berat badan, bagian tubuh yang sudah melemah, dll. Secara berkala pemeriksaan ini diulangi untuk memonitor laju progres ALS pada pasien. Selain itu tim juga memperhatikan munculnya kebutuhan-kebutuhan baru dan menangani berbagai masalah yang muncul (lihat daftar tanda-tanda penyerangan saraf motor atas dan saraf motor bawah) secara spesifik maupun integratif. Untuk memperoleh gambaran kondisi pasien pada suatu saat, dapat gunakan sejenis kuesioner yang disebut ALS Functional Rating Scale (ALS-FRS), atau ALS Severity Scale yang disusun oleh Hillel dkk (1989). Berdasarkan pengamatan dan pemeriksaan ini, dan tingkat keberhasilan treatment yang diberikan, diharapkan dapat diperkirakan prognosis pasien. Gordon et al (2010) menunjukkan bahwa progres ALS tidaklah linier tetapi kurvilinier, dengan progres tercepat pada tahap awal dan tahap akhir. Prognosis cenderung buruk untuk pasien yang sudah berusia lanjut saat onset dan juga pasien yang onsetnya pada daerah bulbar. Untuk mengantisipasi kondisi akhir, ada Determining Terminal Status checklist untuk memperkirakan pasien dapat atau tidak bertahan dalam enam bulan berikutnya.
Dengan terus menurunnya kondisi pasien, yang harus selalu diupayakan adalah kebaikan kualitas hidupnya. Kualitas hidup tentu bukan hal yang mudah diukur, dan bisa bersifat subjektif, sehingga mewujudkannya pun memerlukan banyak pertimbangan, untuk orang sehat sekalipun. Yang jelas, agar berhasil, selalu diperlukan komunikasi yang baik. Ini bisa menjadi tantangan tersendiri tatkala kondisi pasien sudah menyulitkannya untuk berbicara.
Statistik ALS
Angka-angka yang Anda ingin tahu, tetapi tidak akan senang mendengarnya, ada di sini. Penyakit motor neuron (MND) ternyata bukan penyakit yang langka-langka amat, dan di antara semua jenis MND, ALS adalah yang paling sering dijumpai. Menurut ALS Association Amerika Serikat dan juga ALS Association Canada, insiden ALS (artinya jumlah pasien ALS baru) adalah 2 orang tiap 100 ribu orang per tiap tahun. Namun karena angka kematiannya juga antara 1-2 orang per 100 ribu orang per tahun, prevalensi ALS (jumlah pasien ALS pada suatu saat) adalah 5-6 orang per 100 ribu orang. Hanya 50% pasien ALS dapat hidup lebih dari 3 tahun setelah diagnose; sekitar 20% hidup lebih dari 5 tahun setelah diagnose, dan 10% lebih dari 10 tahun. ALS lebih banyak menyerang orang berusia menengah sampai lanjut (40-70 tahun), dan jumlah pasien pria 20% lebih banyak daripada pasien perempuan. Sekitar 10% penderita terserang ALS karena faktor keturunan, sementara yang 90% pasien dinyatakan terserang ALS secara sporadis, artinya penyebabnya beranekaragam.
sumber:http://alsnstars.wordpress.com/tentang-als/masalahnya/

Sabtu, 02 Agustus 2014

humaniora@hbutterfly

hidup....memberi kebahagian pada orang lain adalah kebahagian terbesar dlm hidup

humaniora@hbutterfly

hidup....memberi kebahagian pada orang lain adalah kebahagian terbesar dlm hidup

Rabu, 15 Januari 2014

kuis untuk tingkat ii











1. Seorang ibu dengan usia 29 tahun datang ke BPS untuk bersalin pada pukul 12.00 wib. Pukul 15.00 wib ibu sudah sampai pada kala iv. Bidan meminta keluarga untuk memasase abdomen ibu.

Apakah kegunaan dari masase pada ibu tersebut?

a. Untuk mencegah atonia uteri

b. Untuk mencegah perdarahan

c. Untuk mencegah ruptur uteri

d. Untuk mencegah laserasi



2. Seorang ibu dengan usia 30 tahun datang ke BPS untuk bersalin pada pukul 12.00 wib. Pada pukul 15.00 wib ibu sudah melahirkan bayi dan plasenta. Kemudian ibu tampak mengeluarkan cairan dari vagina yang disebut dengan lokea.

Apakah lokea yang dikeluar dari vagina ibu?

a. Lokea rubra

b. Lokea alba

c. Lokea sanguinolenta

d. Lokea serosa



3. Seorang ibu dengan usia 29 tahun datang ke BPS untuk bersalin pada pukul 13.00 wib. Pada pukul 15.00 wib ibu sudah melahirkan bayi dan plasenta. Perut ibu teraba lunak dan ibu mengatakan ingin miksi.

Apakah yang tindakan pertama bidan agar perut ibu keras?

a. Meminta ibu untuk miksi

b. Memasase perut ibu

c. Memberi suntik oksitoksin

d. Memberi suntik ergometrin



4. Seorang ibu dengan usia 28 tahun datang ke BPS untuk bersalin pada pukul 12.00 wib. Pada pukul 16.00 wib ibu sudah melahirkan bayi.

Apakah yang diberikan pada ibu setelah bayi lahir?

a. Ergometrin

b. Oksitosin

c. RL

d. Magnesium



5. Seorang ibu dengan usia 32 tahun datang ke BPS untuk bersalin pada pukul 12.00 wib. Pada pukul 15.00 wib ibu sudah melahirkan bayi dan plasenta. Darah yang keluar diperkirakan lebih dari 500 ml. Ibu tampak pucat.

Apakah diagnosa ibu tersebut?

a. Perdarahan

b. Laserasi

c. KET

d. Aborsi

Jumat, 29 November 2013

SOAL KUIS

  1. Seorang perempuan berumur 28 tahun datang ke BPM untuk melahirkan. Setelah 30 menit bayi sudah lahir dan kepala bayi tampak odem dengan batas yang tidak jelas serta berisi cairan.
Apakah diagnosa pada bayi tersebut?
a.    Caput suksedenum
b.    Chepalo hematoma
c.    Flesus branchialisHB
d.   Fraktur klavikula
e.    Fraktur femuris
  1. Seorang bayi berusia 10 minggu dibawa oleh ibunya ke BPM. Ibunya mengatakan sejak lahir kepala bayi tampak menonjol. Kemudian bidan melihat kepala bayi dan tampak benjolan dengan batas yang jelas.
Apakah diagnosa pada bayi tersebut?
a.    Caput suksedenum
b.    Chepalo hematoma
c.    Flesus branchialis
d.   Fraktur klavikula
e.    Fraktur femuris
  1. Seorang ibu berusia 27 tahun melahirkan di BPM 2 hari yang lalu. Kepala bayi tersebut tampak menonjol dengan batas yang tidak jelas.
Apakah tindakan yang dilakukan pada bayi tersebut?
a.       Membiarkan benjolan tersebut karena akan hilang sendiri
b.      Merespirasi benjolan di kepala bayi
c.       Memasage kepala bayi tersebut
d.      Mengompres kepala bayi
e.       Memberikan anti biotik
  1. Seorang bayi berumur 2 hari di bawa ke BPM. Ibunya mengatakan bahwa bayi tampak dalam posisi melindungi bahu jatuh ke bawah. Gerakan tangan kiri dan kanan tidak sama, refleks moro asimetris, gerakan tangan pasif.
Apakah diagnosa pada bayi tersebut?
a.    Caput suksedenum
b.    Chepalo hematoma
c.    Flesus branchialis
d.   Fraktur klavikula
e.    Fraktur femuris
  1. Seorang bayi berusia 2 bulan dibawa oleh ibunya ke BPM. Ibunya mengatakan sejak lahir kepala bayi tampak menonjol. Kemudian bidan melihat kepala bayi dan tampak benjolan dengan batas yang jelas. Bayi tampak kuning.
Apakah komplikasi  pada bayi tersebut?
a.    Hiperbillirubin
b.    Paralisis
c.    Asfiksia
d.   Hipotermi
e.    Infeksi



trauma lahir

Trauma pada bayi baru lahir

Kelahiran seorang bayi merupakan saat yang membahagiakan orang tua, terutama bayi yang lahir sehat. Bayi yang nantinya tumbuh menjadi anak dewasa melalui proses yang panjang, dengan tidak mengesampingkan faktor lingkungan keluarga. Terpenuhinya kebutuhan dasar anak (asah-asih-asuh) oleh keluarga akan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak, sehingga tumbuh kembang anak menjadi seoptimal mungkin. Tetapi tidak semua bayi lahir dalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa prenatal, natal dan pascanatal. Keadaan ini akan memberikan pengaruh bagi tumbuh kembang anak selanjutnya.(1,2)

Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan yang tidak ada gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui proses persalinan yang normal,dimana bayi dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga hejan ibu dan kontraksi kandung rahim tanpa mengalami asfiksi yang berat ataupun trauma lahir.(2)

Pada saat persalinan, perlukaan atau trauma kelahiran kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dan lebih sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh salah satu sebab. Penanganan persalinan secara sempurna dapat mengurangi frekuensi peristiwa tersebut. (3)

Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma lahir masih merupakan permasalahan penting, karena walaupun hanya trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua dan menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan pembicaraan bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada awalnya dapat bersifat laten, tetapi kemudian akan menimbulkan penyakit atau akibat sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satu faktor penyebab utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal adalah 44 per 1000 krlahiran hidup, dan 9,7 % diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir. (6,9,11)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi

Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran. (7) Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik, baik yang dapat dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan kelahiran. Trauma dapat terjadi sebagai akibat ketrampilan atau perhatian medik yang tidak pantas atau yang tidak memadai sama sekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat perawatan kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan atau sikap orang tua yang acuh tak acuh. (6,11)

Pembatasan trauma lahir tidak meliputi trauma akibat amniosentesis, tranfusi intrauteri, pengambilan contoh darah vena kulit kepala atau resusitasi.(11)

II.2 Insidensi

Insidensi trauma lahir sekitar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 5-8 per 100.000 lahir meninggal akibat trauma mekanik dan 25 per 100.000 lahir meninggal akibat trauma anoksik. (6)

Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain :(8,11,13)

1. makrosomia

2. prematuritas

3. disproporsi sefalopelvik

4. distosia

5. persalinan lama

6. persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)

7. persalinan dengan sectio caesaria

8. kelahiran sungsang

9. presentasi bokong

10. presentasi muka

11. kelainan bayi letak lintang

II.3 Kelainan pada Bayi Baru Lahir Akibat Trauma Lahir

Beberapa kelainan pada bayi baru lahir akibat trauma lahir adalah sebagai berikut :

Perlukaan jaringan lunak

a. Perlukaan kulit

Kelainan ini mungkin timbul pada persalinan yang mempergunakan alat-alat seperti cunam atau vakum. Infeksi sekunder merupakan bahaya yang dapat timbul pada kejadian ini. Karena itu, kebersihan dan pengeringan kulit yang terluka perlu diperhatikan. Bila perlu dapat juga digunakan obat-obat antiseptik lokal. Biasanya diperlukan waktu 6-8 minggu untuk penyembuhan. (3,11,12)

b. eritema, ptekiae, abrasi, ekimosis dan nekrosis lemak subkutan

Jenis persalinan yang sering menyebabkan kelainan ini yaitu presentasi muka dan persalinan yang diselesaikan dengan ekstraksi cunam dan ekstraksi vakum. Kelainan ini memerlukan pengobatan khusus dan menghilang pada minggu pertama. (3,11,12)

c. Perdarahan subaponeurotik

Perdarahan ini terjadi di bawah aponeurosis akibat pecahnya vena-vena yang menghubungkan jaringan di luar dengan sinus-sinus di dalam tengkorak. Perdarahan dapat terjadi pada persalinan yang diakhiri dengan alat, dan biasanya tidak mempunyai batas tegas, sehingga kadang-kadang kepala berbentuk asimetris. Kelainan ini dapat menimbulkan anemia, syok, atau hiperbilirubinemia. Pemberian vitamin K dianjurkan pada perdarahan ringan,dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari selama tiga hari dan transfuse darah bila diperlukan. (3,8,10,11)

d. Trauma m. sternokleidomastoideus

Kelainan ini didapat pada persalinan sungsang karena usaha untuk melahirkan kepala bayi. Kepala serta leher bayi cenderung miring ke arah otot yang sakit dan jika keadaan dibiarkan, otot sembuh, tetapi dalam keadaan lebih pendek dari normal. Sebelum hal itu terjadi, perlu dilakukan fisioterapi dengan cara pengurutan setempat dan peregangan leher secara pasif ke sisi yang berlawanan. Jika setelah 6 bulan tidak berhasil maka harus dilakukan pembedahan korektif. (3,10,11,12)

e. Caput Succedaneum

Caput succedaneum merupakan edema subcutis akibat penekanan jalan lahir pada persalinan letak kepala, berbentuk benjolan yang segera tampak setelah bayi lahir, tak berbatas tegas dan melewati batas sutura. Kelainan ini biasanya ditemukan pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput Succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari. (3,10,11,12)

f . Cephal hematoma

Istilah cephal hematoma mengacu pada pengumpulan darah di atas tulang tengkorak yang disebabkan oleh perdarahan subperiosteal dan berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak melampaui sutura-sutura sekitarnya,sering ditemukan pada tulang temporal dan parietal. Kelainan dapat terjadi pada persalinan biasa, tetapi lebih sering paada persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan alat, seperti ekstraksi cunam atau vakum. (3,8,10,11)

Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial. (3)

Bila tidak ditemukan gejala lanjut, cephal hematoma tidak memerlukan perawatan khusus. Kelainan ini dapat menghilang dengan sendirinya setelah 2-12 minggu. Pada kelainan yang agak luas, penyembuhan kadang-kadang disertai kalsifikasi. (3,11)

g. Perdarahan subkonjungtiva

Keadaan ini sering ditemukan pada bayi, baik pada persalinan biasa maupun pada yang sulit. Darah yang tampak di bawah konjungtiva biasanya diabsorpsi lagi setelah 1-2 minggu tanpa diperlukan pengobatan apa-apa. (3,8,11)

Perdarahan intra kranial

a. Perdarahan subdural

Kelainan terjadi akibat tekanan mekanik pada tengkorak yang dapat menimbulkan robekan falks cerebri atau tentorium cerebelli, sehingga terjadi perdarahan. Hal ini biasanya ditemukan pada persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dengan dipaksakan untuk lahir pervaginam dan lebih sering ditemukan pada bayi aterm dari pada bayi prematur. (3,8,11,12)

b. Perdarahan subependimal dan intraventrikuler

Kejadian ini lebih sering disebabkan oleh hipoksia dan biasanya terdapat pada bayi-bayi prematur. (3,11)

c. Perdarahan subarakhnoidal

Perdarahan ini juga ditemukan pada bayi-bayi premmatur dan mempunyai hubungan erat dengan hipoksia pada saat lahir. (3,11)

Bayi dengan perdarahan intra kranial menunjukkan gejala-gejala asfiksia yang sukar diatasi. Bayi setengah sadar, merintih, pucat, sesak nafas, muntah dan kadang-kadang kejang. Bayi dapat meninggal atau hidup terus tanpa gejala-gejala lanjut atau dengan gejala-gejala neurologik yang beraneka ragam, tergantung pada tempat dan luasnya kerusakan jaringan otak akibat perdarahan. (3,8,11,12)

Tindakan pada perdarahan intra kranial adalah sebagai berikut : (8)

- kelainan yang membawa trauma harus dihindari dan kalau ada disproporsi harus dilakukan sectio caesaria

- bayi dirawat dalam inkubator

- temperatur harus dikontrol

- kalau perlu diberikan tambahan oksigen

- sekret dalam tenggorokan diisap keluar

- bayi jangan terlampau banyak digerakkan dan dipegang

- kalau ada indikasinya, vitamin K dapat diberikan

- konvulsi dikendalikan dengan sedativ

- kepala jangan direndahkan, karena tindakan ini bisa menambah perdarahan

- jika pengumpulan darah subdural dicurigai, pungsi lumbal harus dikerjakan untuk mengurangi tekanan

- diberikan antibiotik sebagai profilaktik.

3. Patah tulang

a. Fraktur klavikula

Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang mungkin terjadi apabila terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Hal ini dapat timbul pada kelahiran presentasi puncak kepala dan pada lengan yang telentang pada kelahiran sungsang. Gejala yang tampak pada keadaan ini adalah kelemahan lengan pada sisi yang terkena, krepitasi, ketidakteraturan tulang mungkin dapat diraba, perubahan warna kulit pada bagian atas yang terkena fraktur serta menghilangnya refleks Moro pada sisi tersebut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan palpasi dan foto rontgent. Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku yang terkena. (3,10,11,12)

b. Fraktur humeri

Kelainan ini terjadi pada kesalahan teknik dalam melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan membumbung ke atas. Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang. Prognosis penderita sangat baik dengan dilakukannya imobilisasi lengan dengan mengikat lengan ke dada, dengan memasang bidai berbentuk segitiga dan bebat Valpeau atau dengan pemasangan gips. Dan akan membaik dalam waktu 2-4 minggu. (3,8,11,12)

c. Fraktur tulang tengkorak

Kebanyakan fraktur tulang tengkorak terjadi akibat kelahiran pervaginam sebagai akibat penggunaan cunam atau forceps yang salah, atau dari simpisis pubis, promontorium, atau spina ischiadica ibu pada persalinan dengan diproporsi sefalopelvik. Yang paling sering adalah fraktur linier yang tidak menimbulkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan, serta fraktur depresi yang biasanya kelihatan sebagai lekukan pada kalvarium yang mirip lekukan pada bola pingpong. Semua fraktur ini harus direposisi untuk menghindari cedera korteks akibat tekanan yang terus-menerus dengan menggunakan anesthesi lokal dalam minggu pertama dan segera setelah kondisi bayinya stabil. (3,11,12,13)

d. Fraktur femoris

Kelainan ini jarang terjadi, dan bila ditemukan biasanya disebabkan oleh kesalahan teknik dalam pertolongan pada presentasi sungsang. Gejala yang tampak pada penderita adalah pembengkakan paha disertai rasa nyeri bila dilakukan gerakan pasif pada tungkai. Pengobatan dilakukan dengan melakukan traksi pada kedua tungkai, walaupun fraktur hanya terjadi unilateral. Penyembuhan sempurna didapat setelah 3-4 minggu pengobatan. (3,11,12)

e. Fraktur dan dislokasi tulang belakang

Kelainan ini jarang ditemukan dan biasanya terjadi jika dilakukan traksi kuat untuk melahirkan kepala janin pada presentasi sungsang atau untuk melahirkan bahu pada presentasi kepala. Fraktur atau dislokasi lebih sering pada tulang belakang servikal bagian bawah dan torakal bagian atas. Tipe lesinya berkisar dari perdarahan setempat hingga destruksi total medulla spinalis pada satu atau lebih aras (level) cerebral. Keadaan bayi mungkin buruk sejak kelahirannya, disertai depresi pernafasan, syok dan hipotermia. Kalau keadaannya parah dapat memburuk dengan cepat sampai menimbulkan kematian dalam beberapa jam. Pada bayi yang selamat, pengobatan yang dilakukan bersifat suportif dan sering terdapat cedera permanen. (3,4,5,11)

4. Perlukaan susunan saraf

a. Paralisis nervus facialis

Kelainan ini terjadi akibat tekanan perifer pada nervus facialis saat kelahiran. Hal ini sering tampak pada bayi yang lahir dengan ekstraksi cunam Kelumpuhan perifer ini bersifat flasid, dan bila kelumpuhan terjadi total, akan mengenai seluruh sisi wajah termasuk dahi. Kalau bayi menangis, hanya dapat dilihat adanya pergerakan pada sisi wajah yang tidak mengalami kelumpuhan dan mulut tertarik ke sisi itu. Pada sisi yang terkena gangguan, dahinya licin, mata tidak dapat ditutup, lipatan nasolabial tidak ada dan sudut mulut kelihatan jatuh. Kelainan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa tindakan-tindakan khusus.(3,8,11,12)

b. Paralisis nervus frenikus

Gangguan ini biasanya terjadi di sebelah kanan dan menyebabkan terjadinya paralisis diafragma. Kelainan sering ditemukan pada kelahiran sungsang. Kelainan ini biasanya menyertai paralisis Duchenne – Erb dan diafragma yang terkena biasanya diafragma kanan. Pada paralisis berat bayi dapat memperlihatkan sindroma gangguan pernafasan dengan dispneu dan sianosis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan röntgen foto torak atau fluoroskopi dimana diafragma yang terganggu posisinya lebih tinggi. Pengobatan biasanya simptomatik. Bayi harus diletakkan pada sisi yang terkena gangguan dan kalau perlu diberi oksigen. Infeksi paru merupakan komplikasi yang berat. Penyembuhan biasnya terjadi spontan pada bulan ke-1 samapi ke-3. (3,11,12)

c. Paralisis plexus brachialis

Kelainan ini dibagi atas : (3,11,12)

- paralisis Duchenne – Erb, yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang-cabang C5 dan C6 dari plexus brachialis. Pada keadaan ini ditemukan kelemahan untuk fleksi, abduksi, serta memutar ke luar disertai hilangnya refleks biseps dan Moro.

- Paralisis Klumpke, yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang C8-Th 1 dari plexus brachialis. Disini terdapat kelemahan oto-otot fleksor pergelangan, sehingga bayi kehilangan refleks mengepal.

Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada plexus brachialis. Hal ini ditemukan pada persalinan sungsang apabila dilakukan traksi yang kuat dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada persalinan presentasi kepala, kelainan dapat terjadi pada janin dengan bahu lebar. (3,11,12)

Penanggulangannya dengan jalan meletakkan lengan atas dalam posisi abduksi 90° dan putaran ke luar. Siku berada dalam fleksi 90° disertai supinasi lengan bawah dengan ekstensi pergelangan dan telapak tangan menghadap ke depan. Posisi ini dipertahankan untuk beberapa waktu. Penyembuhan biasanya setelah beberapa hari, kadang-kadang 3-6 bulan. (3,8,11)

d. Paralisis pita suara

Kelainan ini mungkin timbul pada setiap persalinan dengan traksi kuat di daerah leher. Trauma tersebut dapat mengenai cabang ke laring dari nervus vagus, sehingga terjadi gangguan pita suara (afonia), stridor pada inspirasi, atau sindroma gangguan pernafasan. Kelainan ini dapat menghilang dengan sendirinya dalam waktu 4-6 minggu dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeotomi pada kasus yang berat. (3)

e. Kerusakan medulla spinalis

Kelainan ini ditemukan pada kelahiran letak sungsang, presentasi muka atau presentasi dahi. Hal ini terjadi akibat regangan longitudinal tulang belakang karena tarikan, hiperfleksi, atau hiperekstensi pada kelahiran. Gejala yang ditemukan tergantung dari bagian medulla spinalis yang terkena dan dapat memperlihatkan sindroma gangguan pernafasan, paralisis kedua tungkai, retensio urine, dan lain-lain. Kerusakan yang ringan kadang-kadang tidak memerlukan tindakan apa-apa, tetapi pada beberapa keadaan perlu dilakukan tindakan bedah atau bedah saraf. (3,4,5,11,12)

5. Perlukaan lain

- Perdarahan intra abdominal

Kelainan ini dapat terjadi akibat teknik yang salah dalam memegang bayi pada ekstraksi persalinan sungsang. Gejala yang dapat dilihat ialah adanya tanda-tanda syok, pucat, anemia, dan kelainan abdomen tanpa tanda-tanda perdarahan yang jelas. Ruptur hepar, lien dan perdarahan adrenal merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan perdarahan ini. Operasi serta transfusi darah dini dapat memperbaiki prognosis bayi.(3,11,12)
sumber: http://widiyanti-imoetz.blogspot.com/p/trauma-pada-bayi-baru-lahir.html


Caput Suksedanum, Cephal Hematoma, Trauma Pada Flexus Brachialis, Fraktur Klavikula dan Fraktur Humerus

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Perlukaan Pada Bayi Baru Lahir
Proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi, kontraksi, torsi dan traksi. Jika janin besar, adanya kelainan letak atau imaturitas neurologis, proses kelahiran dapat menimbulkan kerusakan jaringan, edema, perdarahan, atau fraktur pada bayi baru lahir. Persalinan dengan alat akan meningkatkan kejadian trauma lahir. Pada kondisi tertentu, bedah sesar dapat merupakan suatu alternative, meskipun tidak menjamin kelahiran yang bebas trauma. Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain primigravida, disproporsi sefalopelvik (ibu pendek, kelainan rongga panggul), persalinan yang berlangsung terlalu lama atau cepat, oligohidramnion, presentasi abnormal (sungsang), ekstraksi forceps atau vakum (midcapity), versi dan ekstraksi, BBLR, makrosomia, ukuran kepala janin besar.
   
2.2       Caput Suksedanum
2.2.1    Pengertian Caput Suksedanum
Caput suksedaneum adalah kelainan akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput. Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-4 hari setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan (Sarwono Prawirohardjo, 2007).
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi (Abdul Bari Saifuddin, 2001).
Caput suksedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput suksedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari (Sarwono, 2006).

2.2.2    Gejala Caput Suksedanum
Caput succedaneum muncul sebagai pembengkakan kulit kepala yang memanjang di garis tengah dan atas garis jahitan dan berhubungan dengan kepala pencetakan.
Caput Succedaneum adalah benjolan yang membulat disebabkan kepala tertekan leher rahim yang saat itu belum membuka penuh yang akan menghilang dalam waktu satu dua hari.

2.2.3    Patofisiologi Caput Suksedanum
Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan serum. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari.

2.2.4    Faktor Predisposisi Caput Suksedanum
·         Persalinan dengan partus lama.
·         Partus dengan tindakan.
·         Sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina.

2.2.5    Penanganan dan Pencegahan Caput Suksedanum
·         Bayi dirawat seperti pada perawatan bayi normal.
·         Observasi keadaan umum bayi.
·         Pemberian ASI adekuat.
·         Cegah terjadinya infeksi.
·         Untuk penanganan caput succedanaum tidak ada penanganan khusus karena dapat menghilang dengan sendirinya.
·         Dengan menggendong bayi secara terus menerus agar kelainan pada bayi dapat disembuhkan.




2.3       Cephal Hematoma
2.3.1    Pengertian Cephal Hematoma
Cephal hematoma adalah subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh cephalhematoma). Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik, dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. (Sarwono Prawirohardjo,2007).
Kelainan ini disebabkan oleh perdarahan subperiostal tulang tengkorak dan terbatas tegas pada tulang yang bersangkutan, tidak melampaui sutura-sutura sekitarnya. Tulang tengkorak yang sering terkena ialah tulang temporal atau parietal. Ditemukan pada 0,5-2% dari kelahiran hidup. Kelainan dapat terjadi pada persalinan biasa, tetapi lebih sering pada persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan alat, seperti ekstra cunam atau ekstraktor vakum. (Sarwono, 2006).

2.3.2    Gejala Cephal Hematoma
Gejala lanjut yang mungkin terjadi ialah anemia dan hiperbilirubinemia. Kadang-kadang cephalematoma disertai pula dengan fraktur tulang tengkorak dibawahnya atau perdarahan intracranial (Sarwono, 2006).
Bila tidak ditemukan gejala lanjut, cephalematoma tidak memerlukan perawatan khusus. Kelainan ini dapat menghilang dengan sendirinya setelah 2-12 minggu. Pada kelainan yang agak luas, penyembuhan kadang-kadang disertai klasifikasi (Sarwono, 2006).

2.3.3    Faktor Predisposisi Cephal Hematoma
Tekanan jalan lahir yang terlalu lama pada kepala saat persalinan. Moulage terlalu keras. Partus dengan tindakan seperti forcep, vacum ekstraksi.




2.3.4    Penanganan Cephal Hematoma
Bila tidak ditemukan gejala lanjut, cephal hematoma tidak memerlukan perawatan khusus. Kelainan ini dapat menghilang dengan sendirinya setelah 2-12 minggu. Pada kelainan yang agak luas, penyembuhan kadang-kadang disertai kalsifikasi.
Cefalhematoma merupakan perdarahan subperiosteum. Cefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Cefalhematoma dapat sembuh dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan, tergantung pada ukuran perdarahannya.
Pada neonatus dengan sefalhematoma tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi hiperbilirubinemia. Tindakan insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena dimungkinkan adanya risiko infeksi. Kejadian sefalhematoma dapat disertai fraktur tengkorak, koagulopati dan perdarahan intrakranial.

2.4       Trauma Pada Flexus Brachialis
2.4.1    Penyebab Trauma Flexus Brachialis
Kelainan-kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat didaerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada fleksus brachialis. Hal ini ditemukan pada persalinan letak sungsang apabila dilakukan traksi yang kuat dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada persalinan presentasi-kepala, kelainan dapat terjadi pada janin dengan bahu lebar. Disini kadang-kadang dilakukan tarikan pada kepala agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan (Sarwono, 2007).
Fleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas pleksus brakialis sering terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Trauma pleksus brakialis dapat mengakibatkan paralisis Erb-Duchenne dan paralisis Klumpke. Bentuk paralisis tersebut tergantung pada saraf servikalis yang mengalami trauma (Sarwono, 2007).



2.4.2    Penanganan dan Pencegahan Flexus Brachialis
Pengobatan pada trauma pleksus brakialis terdiri atas imobilisasi parsial dan penempatan posisi secara tepat untuk mencegah perkembangan kontraktur.
Penanggulangan dengan jalan meletakan lengan atas dengan posisi abduksi 90º dan putaran keluar. Siku berada dalam pleksi 90º disertai supinasi lengan bawah dengan ekstensi pergelangan dan telapak tangan menghadap kedepan. Posisi ini dipertahankan beberapa waktu. Penyembuhan biasanya terjadi setelah beberapa hari, kadang-kadang sampai 3-6 bulan (Sarwono, 2007).

2.5       Fraktur Klavikula dan Fraktur Humerus
2.5.1    Pengertian Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Pada bayi terjadi apabila terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Biasanya ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan bahu. Serta pada lahir letak sungsang dengan tangan yang menjungkit keatas. Dapat di diagnosa dengan palpasi dan pemeriksaan radiologi.

2.5.2    Tanda Fraktur Klavikula
Klavikula membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Maka bila klavikula patah, pasien akan terlihat dalam posisi melindungi-bahu jatuh ke bawah dan mengimobilisasi lengan untuk menghindari gerakan bahu. Gerakan tangan kiri dan kanan tidak sama, refleks moro asimetris,gerakan tangan pasif, bayi tampak kesakitan saat digerakkan, fraktur klavikula sering disertai paralisis nervus brakhialis yang mengakibatkan palsi lengan.

2.5.3    Penanganan Fraktur Klavikula
Tujuan penanganan adalah menjaga bahu tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasiinterna. Penanganan nya dengan cara:
1.      Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit.
2.      Imobilisasi dalam posisi abduksi 60° dan fleksi 90° dari siku yang terkena.
3.      Terangkan kepada ibu bahwa fraktur akan sembuh secara spontan, biasanya tanpa gejala sisa, dan akan teraba benjolan keras ( kalus ) didaerah tulang yang patah pada umur 2 atau 3 minggu → proses penyembuhan normal.
4.      Nasehati ibu untuk kembali  5 hari  kemudian untuk ganti pembalut.
2.5.4    Pengertian Fraktur Humerus
Fraktur suprakondiler humerus: fraktur sepertiga distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya fraktur transversal. Merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral disertai angulasi. Fraktur humerus terjadi karena kesalahan melahirkan lengan pada:
·         Letak kepala
·         Letak sungsang
·         Letak lintang

2.5.5    Tanda dan Gejala Fraktur Humerus
Biasanya fraktur humerus dapat didiagnosis dengan palpasi dan foto rontgen. Dan ditandai dengan :
1.      Sisi yang terkena tidak dapat digerakkan
2.      Reflek moro menghilang
3.      Prognosis penderita sangat baik dengan dilakukannya perawatan imobilisasin 2-4 minggu

2.5.6    Penanganan Fraktur Humerus
Penanganan fraktur humerus yaitu dengan:
1.      Beri bantalan kapas atau kasa antara lengan yang terkena dan dada dari ketiak sampai siku.
2.      Balut lengan atas sampai ke dada dengan kasa pembalut.
3.      Fleksikan siku 90° dan balut dengan kasa pembalut lain, balut lengan atas menyilang dinding perut. Yakinkan bahwa tali pusat tidak tertutup kasa pembalut.
4.      Nasehati ibu agar kembali 10 hari kemudian untuk mengganti pembalut.


Trauma Lahir (Birth Trauma) dan Efek jangka Panjang bagi Anak Kita

PDFPrintE-mail
Tiga tahun yang lalu ketika saya mengikuti sebuah pelatihan di Singapore bersama Elena Tonetti V, seorang bidan, penggiat Gentle Birth dan pengasuhhttp://www.birthintobeing.com/ saya semakin mulai belajar dan belajar lagi tentang Birth Trauma. Ya...setelah sekian lama belajar dan menolong persalinan, baru saat itulah mata saya benar-benar “terbuka” dan ternyata banyak sekali hal dan tindakan yang harus saya rubah saat menolong persalinan dan menyambut seorang bayi suci tuk lahir ke dunia ini.

Seringkali orang bahkan para tenaga kesehatan berfikir bahwa bayi baru lahir itu harus menangis dengan sangat dan sangat keras. Atau jika bayi tersebut menangis dengan keras, berarti bayi tersebut sehat. Padahal bukan begitu kenyataannya. Dan setelah mengikuti pelatihan tersebut saya bertekat untuk semakin semangat belajar an menerapkan sebuah pertolongan persalinan yang alami, ramah jiwa dan minim trauma (Gentle Birth)
Pengalaman Lahir
Bayangkan Anda adalah janin. Bayangkan Anda sedang mengambang dengan nyaman di rahim yang lembut dan hangat, ruang gelap, cairan dari rahim ibumu, melayang masuk dan keluar dari tidur, dikelilingi oleh suara teredam, bising usus, suara nafas dan detak jantung.
Kemudian bayangkan Anda merasa shock dan tiba-tiba terbangun, mendorong dan meremas ke dunia luar yang keras, dingin, dan berisik, di tengah jerit kesakitan ibumu, detak jantung yang berderap seperti pacuan kuda, dan penuh dengan adrenalin.
Apalagi jika persalinan berlangsung lama dan luar biasa panjang, menyakitkan, dipaksa atau situasi kehidupan yang mengancam, seperti dicekik oleh tali pusat, dan Anda memiliki peristiwa traumatis utama.
Dan coba bayangkan, di atas semua itu, penderitaan ini akan semakin dirasakan pada bayi baru lahir yang serta merta langsung dipisahkan dengan ibunya karena prosedur dan tindakan darurat. tempat dunia yang sangat kejam, tanpa cinta, tidak terduga dan menakutkan akan tampak pada bayi baru lahir tertekan.
Semua itu adalah pengalaman dan sensasi yang akan terekam di bawah sadar sang bayi. pada bayi baru lahir, pikiran bawah sadar murni, dikombinasikan dengan dorongan emosi kehidupan atau kematian, sehingga tidak memiliki kemampuan kognitif untuk dapat memilah pengalaman dan memahami dunia dengan cara yang logis dan sadar.Pikiran adalah seperti lembaran kosong yang dicetak oleh pengalaman pertama. Dan jejak ini menjadi “blue print” yang kehidupan anak dan pengalaman masa depan yang membentuknya.

Efek Psikologis Jangka Panjang
Anak-anak yang memiliki trauma kelahiran lebih cenderung untuk cemas atau agresif.Tentu saja genetika dan faktor lainnya juga berpengaruh, tapi, jika yang lain adalah sama, anak yang mengalami trauma saat lahir akan lebih rentan terhadap masalah psikologis.
Pemisahan dari ibu pada saat kelahiran, serta respon ibu yang mengalami stres pasca-trauma, dapat mempengaruhi ikatan awal antara ibu dan anak, yang merupakan faktor utama dalam perkembangan psikologis anak. Lahir itu sendiri bisa menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan, membingungkan, dan menakutkan bagi bayi. Beberapa jenin proses persalinan yang dapat menimbyulkan jejak trauma pada bayi antara lain kelahiran traumatik pada proses persalinan dengan operasi sesar, forsep, vaccum,mengalami persalinan lama, dan kekurangan oksigen. Setelah lahir, ini dapat menakutkan dan membingungkan bagi bayi yang baru lahir dimana dia mengalami perasaan dingin yang tiba-tiba, mata yang sangat silau akibat terangnya lampu, penanganan yang kasar, suara keras, atau pemisahan dari ibu (Janov, 1983). Intervensi medis seperti pemantauan janin elektronik, heelsticks, tetes mata, dan khitanan juga menyedihkan untuk bayi. Sayangnya, trauma lahir tampaknya cukup umum. Dr William Emerson menemukan bahwa lima puluh lima persen dari sampel dua ratus anak-anak menunjukkan tanda-tanda sedang sampai trauma lahir berat (Emerson, 1987).
Trauma kelahiran memiliki potensi untuk menyebabkan masalah seumur hidup. Sekarang diketahui bahwa ada korelasi antara komplikasi perinatal dan kerentanan kemudian untuk masalah emosional dan perilaku, termasuk skizofrenia, kejahatan kekerasan, dan perilaku bunuh diri (Batchelor et al, 1991;. Mednick, 1971; Roedding, 1991).
Telah ditemukan bahwa bayi yang ibunya telah mengalami kelahiran yang sulit cenderung menangis lebih lama dari bayi yang ibunya melahirkan lebih menyenangkan. Dalam satu survei, ibu-ibu yang bayinya menangis yang paling secara bermakna lebih mungkin memiliki kandungan atau intervensi telah membuatnya merasa tak berdaya saat kelahiran (Kitzinger, 1989). Studi lain menunjukkan bahwa bayi yang memiliki masalah pada saat lahir lebih mungkin untuk bangun di malam hari sering menangis selama empat belas bulan pertama (Bernal, 1973).
Sebuah proses fisiologis yang mungkin berkorelasi pada trauma pra dan perinatal adalah bahwa bayi dalam keadaan ketegangan akibat dari sistem saraf simpatik yang terlalu aktif dan kelebihan hormon stres. Ini merupakan respon biologis "melawan atau lari" respon mungkin adaptif dalam membantu bayi bertahan hidup namun trauma lahir dapat berlangsung lebih lama dari yang diperlukan, berakibat pada masalah fisiologis. Ini efek simpatis yang meningkat mungkin menjelaskan gangguan tidur umumnya diamati pada bayi lahir-trauma. Konsekuensi lain mungkin lambannya proses pencernaan yang dihasilkan dari efek penghambatan sistem saraf simpatik pada organ pencernaan. Hal ini akan memberikan kredibilitas baru bagi teori kolik dibahas sebelumnya tetapi dengan penyebab ketidaknyamanan perut ini, dalam hal ini, stres emosional.
Tangisan yang keras, melengking dan lama yang terjadi pada bayi setelah lahir traumatis karena itu bisa menjadi mekanisme biologis stres-release yang memungkinkan bahan kimia yang berlebih untuk dibuang dari tubuh (melalui keringat dan akhirnya air mata) dan yang juga menyediakan pelepasan energi, sehingga menyelesaikan fisiologis stres / siklus relaksasi. Jika trauma kelahiran parah, bayi mungkin memiliki menangis lama setiap hari selama beberapa bulan sebelum trauma sudah benar-benar diselesaikan dan kondisi homeostasis tercapai.
Sumber-sumber stres selama masa bayi meliputi kebutuhan fisik, overstimulasi, frustrasi sakit fisik, dan pengalaman menakutkan yang terjadi selama beberapa pekan dan bulan setelah lahir. Bayi sangat rentan karena kurangnya informasi dan keterampilan dan ketergantungan mereka pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Istilah "Birth Trauma" khusus mengacu pada pengalaman buruk seseorang selama kelahiran, dimana setiap peristiwa traumatis yang terjadi antara konsepsi hingga sekitar usia tiga tahun memiliki makna tertentu dalam membentuk kehidupan individu.
Kehamilan, kelahiran dan masa kanak-kanak awal adalah tahap yang luar biasa dalam kehidupan seseorang. Sebuah badan yang terus tumbuh penelitian menunjukkan bahwa pengalaman seseorang selama tahap ini sangat mempengaruhi kesehatan jangka panjang seseorang fisik, emosional, dan mental. Perkembangan otak, kemampuan belajar, stabilitas emosional, koordinasi fisik, keterampilan bahasa awal, dan harga diri semua dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang paling awal. Penelitian neurologis menunjukkan hubungan langsung antara pengalaman individu dan perkembangan sistem saraf mereka. Ini berarti bahwa bayi apa atau prenates mengalami tidak hanya berdampak kemampuan mereka untuk membentuk ikatan dan membuat keputusan di kemudian hari, itu benar-benar memberikan kontribusi pada struktur otak dan sistem saraf.
Bayi yang menderita pengalaman traumatis akan berdampak negatif terhadap perkembangan mereka. Pengalaman ini membuat sulit bagi mereka untuk mengelola stres, menangani konflik, mengembangkan harga diri atau bahkan sepenuhnya menempel pada orang tua mereka. Di kemudian hari, trauma awal terselesaikan mempengaruhi kepribadian, perilaku dan pembentukan hubungan. Mereka juga mempengaruhi karakteristik fisiologis seperti keseimbangan dan kemampuan untuk orientasi dalam ruang, dan karakteristik mental seperti kemampuan untuk memusatkan perhatian dan belajar secara efektif dari pengalaman. Singkatnya, seluruh citra diri seseorang dan cara menanggapi peristiwa luar dipengaruhi oleh trauma awal. Selain itu, peristiwa traumatis mempengaruhi perkembangan saraf bayi itu. Respon fisiologis terhadap stres kami diinformasikan oleh perkembangan neurologis, yang berarti bahwa respon dewasa saat kita stres cenderung sangat mirip, dan mungkin tergantung pada, apa yang kita pelajari saat kita masih menjadi janin dan bayi.
Semua dari kita telah mengalami beberapa tingkat stres atau trauma pada awal kehidupan kita. Walaupun memang Beberapa hal secara medis diperlukan. Dampak jangka panjang adalah tergantung dengan tingkat keparahan dan lamanya trauma serta tingkat trauma mengganggu anak berhubungan dengan ibu dan ayah. Berikut ini contoh-contoh hal, peristiwa yang dapat menimbulkan trauma:
· Perasaaan tidak diterima atau perasaan takut karena kehamilan (Unwanted pregnancy)
· Stres atau hubungan yang kasar antara orang tua selama kehamilan atau setelah kelahiran
· Stres ibu, takut atau depresi selama kehamilan atau masa bayi
· Dianggap atau coba aborsi
· Biokimia stres selama kehamilan akibat dari nikotin, alkohol, pestisida, dll
· induksi persalinan
· Janin monitor melalui tengkorak janin
· Kelahiran prematur
· pengalaman di NICU dengan semua intervensi medis yang menyertainya
· Proses persalinan yang Luar biasa panjang atau luar biasa cepat.
· Terjebak selama persalinan
· Lilitan tali Pusat
· pengalaman asfixia atau kekurangan oksigen
· Medis intervensi seperti SC, forsep, ekstraksi vakum
· Anestesi yang memecah kontak antara ibu dan bayi
· Pemisahan bayi dengan ibunya setelah melahirkan atau untuk waktu yang lama selama masa bayi
· Nyeri medis intervensi
· Postpartum depresi atau kecemasan yang kuat
· Kematian dalam keluarga
· Rawat inap atau operasi sebagai bayi, termasuk sunat
· Setiap kecelakaan yang menyakitkan, luka atau sakit
Apa saja Tanda Bukti bahwa Bayi Saya Mengalami Trauma?
· Mata seringkali berkaca-kaca
· ketidakmampuan total atau sebagian untuk mengarahkan perhatian ketika berhadapan dengan lingkungan baru
· Terlalu banyak ketegangan pada otot mereka
· Respon kejut yang berlebihan terhadap suara atau gerakan
· Seringkali gemetar atau tremor
· Suara menangis yang bernada tinggi dan lama
· Seringkali menangis tanpa sebab yang jelas
· Hipersensitivitas terhadap sentuhan dekat atau langsung
· kesulitan menyusui /makan
· cegukan berlebihan
· sering tersedak
· menghindari kontak mata
· hiperaktif
· masalah koordinasi dan keseimbangan
· tantangan saat pelatihan toilet
· Keterlambatan Bicara
· tantrum
· tidak tepat agresi / timidity
· depresi
· mimpi buruk
· respon tidak sesuai dengan stimulus
· ketidakmampuan untuk melakukan kontak mata
· ketidakmampuan untuk meminta bantuan
· kemarahan terhadap orang tua atau orang lain
· hipersensitivitas
· gangguan kesehatan seperti asma dan kejang
· taktil pembelaan diri (keinginan untuk tidak disentuh)
Ketika bayi atau anak kekurangan ikatan (bonding) di kehidupan pertamanya ini merupakan trauma awal, bayi atau anak mungkin tidak merespon seperti yang diharapkan dengan upaya orangtua untuk menenangkan, kenyamanan, menghubungkan. Hal ini dapat mempengaruhi reaksi orangtua. Beberapa tanggapan orang tua meliputi:
· Membanjiri
· Malu / Rasa Bersalah
· Kelelahan
· Kegelisahan
· Tekanan
· Tak berdaya
· Marah
· Frustrasi
· Post-partum depresi atau kecemasan
· Mati rasa
· Konflik antara orang tua dan anak
· Kesulitan meminta dukungan
Apakah Tanda-tanda umum Dari Birth Trauma yang berefek hingga Dewasa?
Semua dari kita telah mengalami stres atau birth trauma. Birth trauma yang belum terselesaikan secara signifikan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari saat ini. kemampuan kita untuk pulih dari peristiwa traumatis saat anak-anak dan dewasa tergantung pada ketahanan kita atau sedikitnya tingkat traumatik pada proses kelahiran kita. Berikut ini tanda-tanda efek birth trauma pada saat dewasa:
· Kesulitan dalam membentuk dan mempertahankan hubungan primer yang sehat dengan pasangan
· Agresi, perilaku destruktif atau pidana
· Kesulitan dalam menanggapi empati kepada orang lain
· Kebingungan, kesulitan membuat keputusan
· Perilaku merusak diri sendiri seperti penyalahgunaan obat dan alkohol, mutilasi fisik.
· mengabaikan keselamatan orang lain
· Gagal untuk bertanggung jawab atas tindakan seseorang, menyalahkan orang lain
· Kesulitan menentukan tujuan yang tepat
· Kesulitan dalam meramalkan konsekuensi dari tindakan seseorang.
· Kesulitan konsisten dengan beberapa aspek tugas: niat, persiapan, tindakan, menindaklanjuti atau integrasi.
· Ketidakmampuan untuk menjadi orang dewasa mandiri
· Kesulitan dalam pengasuhan, perilaku kasar atau lalai terhadap anak-anak
· Kesulitan dalam membangun sistem dukungan yang efektif dari keluarga, teman, guru, mentor, dan / atau profesional
· Egois dan emosi selalu meledak-ledak
Nah berikut ini gambaran truma awal yang terjadi saat proses persalinan.
Basic Perinatal Matrices (BPM): pola pengalaman umum yang berkaitan dengan tahap kelahiran biologis. BPM Ini digunakan di sini sebagai model teoritis, dan belum tentu menyiratkan hubungan kausal.

BPM I: - Uni Primal dengan Ibu. (Pengalaman Intrauterine Sebelum Onset persalinan.)

Matriks ini berkaitan dengan kondisi asli dari keberadaan intrauterin selama anak dan ibunya membentuk kesatuan simbiotik. Kecuali beberapa rangsangan berbahaya yang mengganggu, kondisi untuk anak yang optimal, yang melibatkan keamanan, lingkungan perlindungan yang tepat dan memuaskan semua kebutuhan.












BPM II: - Antagonisme dengan Ibu. (Kontraksi di rahim)
Matriks ini berkaitan dengan stadium klinis pertama proses persalinan. Episode ini mungkin adalah pengalaman terburuk manusia. Janin baik secara mekanis dan kimiawi terasing dari ibu tanpa kemungkinan untuk lolos langsung yang dapat kemudian dinyatakan sebagai perasaan terjebak, dari yang tanpa harapan dan kewalahan.












BPM III: - Sinergisme dengan Ibu. (Propulsion Melalui Terusan Lahir.)
Matriks ini berkaitan dengan tahap klinis kedua persalinan. Kontraksi rahim terus berlangsung, dan leher rahim terbuka lebar dan propulsi yang bertahap dan sulit melalui jalan lahir dimulai. Ada sebuah perjuangan yang sangat besar untuk bertahan hidup, dan tekanan mekanik.













BPM IV: - Pemisahan dari Ibu. (Pemutusan Uni simbiotik)
Matriks ini berkaitan dengan stadium klinis ketiga persalinan. Pada fase ini pengalaman menyakitkan selama beberapa jam memuncak, penggerak melalui jalan lahir selesai dan intensifikasi akhir dari ketegangan dan penderitaan diikuti dengan bantuan mendadak dan relaksasi.










Pengobatan  Efektif
Pengobatan psikologis modern dapat membantu untuk memperbaiki kerusakan psikologis akibat kelahiran traumatis. Terapi seperti EFT [Teknik Emotional Freedom], dan Hypnotherapy .
Nah bagaimana agar Anak-Anak kita nanti tidak mengalami Birth Trauma ? kenalilah Gentle Birth dan ketahui Filosofinya. Dan semua tersedia di web site ini.
sumber: