Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003
Tentang SISDIKNAS
Posted on 4 Desember 2010 by AKHMAD SUDRAJAT
Dalam
perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara
beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang
dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik
merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi
untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan
secara jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan
pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan
benar dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk
mengatahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita
telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana
termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan
definisi di atas, saya
menemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya,
yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3)
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat
ketiga pokok pikiran tersebut.
1.
Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses
yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual).
Oleh karena itu, di setiap level manapun, kegiatan pendidikan harus
disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional
(makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik),
institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses
pembelajaran oleh guru).
Berkenaan
dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada dasarnya
setiap kegiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana
diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007.
Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi
penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat
identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi
waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
sumber belajar.
2.
Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya
Pada
pokok pikiran yang kedua ini saya
melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi
pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan
lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).
Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran
kedua ini, saya menangkap
pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak
pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap
potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.
Selain itu, saya juga melihat ada dua kegiatan (operasi)
utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan
(b) mewujudkan proses pembelajaran.
a.
Mewujudkan suasana belajar
Berbicara
tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari
upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya mencakup:
(a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan
lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi,
kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional
lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas
belajar.
Baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan
agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya.
Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa
keterampilan guru dalam mengelola kelas (classroom management)
menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih
diutamakan sebagai fasilitator belajar siswa .
b.
Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya
mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi
dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran
lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan
guru, maka guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning
management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran
(Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka
menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru
bertindak sebagai seorang planner, organizer dan evaluator
pembelajaran)
Sama
seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun
seyogyanya didesain agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai
model dan strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang
oleh peran guru sebagai fasilitator belajar.
3.
Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok
pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan
sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita
, yang menurut hemat saya sudah demikian lengkap. Di sana tertera
tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya,
pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan
individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang
mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika
belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok
pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka
sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah
sesuatu yang baru.
Selanjutnya
tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan
di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui
tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional
memiliki arti yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan
uraian di atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang
tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya tidak hanya sekedar
menggambarkan apa pendidikan itu, tetapi memiliki makna dan implikasi yang
luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa peserta
didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai
oleh pendidikan
Teknologi Pendidikan atau Teknologi Pembelajaran
OPINI | 11 September
2011 | 11:42 206
1
Nihil
Teknologi pembelajaran dan teknologi pendidikan, dua istilah
yang terkadang membuat kita bingung, apakah istilah itu sama ataukah berbeda.
Banyak kalangan yang menyebutnya sebagai suatu istilah yang dapat digunakan
secara bergantian dalam lingkup pengertian yang sama. Namun tak jarang orang
yang menganggap keduanya sebagai istilah yang berbeda dengan alasannya
masing-masing. Lalu sebenarnya, beda atau sama sih?…
Dilihat
dari pengertian kata pendidikan dan pembelajaran yang membentuk istilah
tersebut tentu berbeda, menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujjudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya ….”, sedangkan “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Jika
diartikan menurut istilahnya secara umum, secara konseptual teknologi
pendidikan didefinisikan sebagai teori dan praktik dalam desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan penelitian proses, sumber, dan sistem
untuk belajar. Definisi tersebut mengandung pengertian adanya komponen dalam
pembelajaran, yaitu teori dan praktik; desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, penilaian, dan penelitian; proses, sumber, dan sistem; dan untuk
belajar. Jadi istilah teknologi pendidikan lebih luas cakupannya dibandingkan
dengan teknologi pembelajaran. Teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang
digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.
Sedangkan
teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang kajian khusus ilmu pendidikan
dengan objek formal “belajar” pada manusia secara individu maupun kelompok. Hal
ini karena belajar tidak hanya berlangsung dalam lingkup sekolah,
melainkan juga pada organisasi misalnya keluarga, masyarakat, dunia usaha,
bahkan pemerintahan. Belajar dapat di mana saja, kapan saja dan siapa saja,
mengenai apa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan.
Istilah
teknologi pembelajaran mencakup banyaknya lingkungan pemanfaatan yang
mengambarkan fungsi teknologi dalam pendidikan secara lebih tepat; dapat
merujuk baik pada belajar maupun pembelajaran; dan pemecahan masalah
belajar/fasilitas pembelajaran, teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang
inovasi dalam bidang pendidikan.
Adanya
perbedaan istilah yang digunakan memang sering menimbulkan persoalan berbagai
kalangan. Penggunaan istilah pendidikan dan pembelajaran oleh masing-masing
kalangan memiliki alasan tersendiri. Seperti pendidikan membantu mempertahankan
fokus yang lebih luas untuk bidang teknologi pembelajaran, dan pembelajaran
lebih berkonotasi pada lingkungan belajar untuk masing-masing objeknya.
Perbedaan
bukanlah hal yang dapat menjadikan suatu perpecahan dalam mengkategorikan dari masing-masing
istiah tersebut. Istilah tersebut tetap akan terpakai sesuai dengan tujuan dari
masing-masing penggunaannya. Karena teknologi pembelajaran merupakan bagian
dari teknologi pendidikan, dalam pengertian bahwa teknologi pembelajaran
merupakan bentuk operasional dari teknologi pendidikan.
Namun
ada sisi lain yang juga perlu kita ketahui, bahwa teknologi pendidikan maupun
teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang/disiplin ilmu yang perlu kita
pelajari dan pahami dengan bijak. Karena keduanya menggunakan pendekatan sistem
yang holistk dan komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial.
Nah,
sebagai calon guru sekolah dasar, menurut saya penerapan teknologi pembelajaran
lebih tepat kita gunakan dan kita gunakan, karena kita lebih fokus terhadap
aktivitas belajar mengajar baik di kelas maupun di luar kelas. Yang tentunya
menuntut kita untuk menyiapkan manusia-manusia yang dapat hidup di era baru
dimana peranan teknologi tidak dapat kita pungkiri lagi. Namun kita pun tetap
mengacu pada sistem pendidikan yang telah ditetapkan agar tujuan pendidikan
nasional dapat kita capai.
Pengertian belajar dan pembelajaran
Posted: Juli
4, 2009 by techonly13 in Education
a. BelajarMenurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Ciri-ciri belajar adalah : (1) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor); (2) perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan . interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis; (3) perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.
b. Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar