Praktik
Keperawatan profesional
Pengertian
praktik keperawatan professional
Praktik
keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau
meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji
status, menentukan diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi
keperawatan untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan
dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN). Praktik
keperawatan profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972.
Praktik keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA)
Praktek
keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan
serta pengendaliannya melalui perundang – undangan keperawatan (Nursing Act),
dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2000). Keperawatan hubungannya sangat
banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai
masalah kesehatan actual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara
utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu
Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan objektif pasien/klien. Keunikan hubungan perawat dan klien harus
dipelihara interaksi dinamikanya dan kontuinitasnya. Penerimaan dan pengakuan
keperawatan sebagai pelayanan professional diberikan dengan perawat
professional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di
Indonesia. Disisi lain keperawatan di Indonesia menghadapi tuntutan dan
kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh
– sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan
berkepentingan.
2.2
Falsafah
praktik keperawatan
Falsafah
adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab,
azas-azas, hukum,dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam semesta
ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu (WJS Poerwadarminta.
Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentamg hakikat manusia dan esensi
keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan. Falsafah
Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan.
Keperawatan menganut pandangan holistik terhadap manusia yaitu kebutuhan
manusia bio-psiko-sosial-spiritual. Kegiatan keperawatan dilakukan dengan
pendekatan humanistik, dalam arti menghargai dan menghormati martabat manusia,
memberi perhatian kepada klien serta, menjunjung tinggi keadilan bagi sesama
manusia. Keperawatan bersifat universal dalam arti tidak membedakan atas ras,
jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status sosial
ekonomi. Keperawatan adalaFalsafah keperawatan mengkaji penyebab dan
hukum-hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran
sesuatu yang lebih berdasakan pada alasan logis daripada metoda empiris.
Falsafah keperawatan menurut Roy (Mc Quiston, 1995). Roy memiliki delapan
falsafah, empat berdasarkan falsafah prinsip humanisme dan empat berdasarkan
prinsip falsafah veritivity.
Falsafah
humanisme/ kemanusiaan “mengenali manusia dan sisi subyektif manusia dan
pengalamannya sebagai pusat rasa ingin tahu dan rasa menghargai”. Sehingga ia
berpendapat bahwa seorang individu :
- saling berbagi dalam kemampuan untuk berpikir kreatif yang digunakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi, mencari solusi
- bertingkahlaku untuk mencapai tujuan tertentu, bukan sekedar memenuhi hukum aksi-reaksi
- memiliki holism intrinsic
- berjuang untuk mempertahankan integritas dan memahami kebutuhan untuk memiliki hubungan dengan orang lain veritivity. Berarti kebenaran, yang bermaksud mengungkapkan keyakinan Roy bahwa ada hal yang benar absolut. Ia mendefinisikan veritivity sebagai “prinsip alamiah manusia yang mempertegas tujuan umum keberadaan manusia”. Empat falsafah yang berdasarkan prinsip veritivity adalah sebagai berikut ini. Individu dipandang dalam konteks
1. tujuan eksistensi manusia
2. gabungan dari beberapa tujuan
peradaban manusia
3. aktifitas dan kreatifitas untuk
kebaikan-kebaikan umum
4. nilai dan arti kehidupan
Bagian
integral dari pelayanan kesehatan. Keperawatan menganggap klien sebagai pertner
aktif, dalam arti perawat selalu bekerjasama dengan klien dalam pemberian
asuhan keperawatan.
SEKILAS TENTANG PSIKOLOGI HUMANISTIK
Psikologi humanistik merupakan salah
satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar
pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl
Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya
mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik
muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta
dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi. Psikoanalisis
dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari
psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia
yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang
sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan
dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah
behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang
refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua
perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya,
psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal
ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari
psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke
dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam
berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya
dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki
pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5)
manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan
kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi
yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi
humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang
mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan
dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang
yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap
suatu kejadian.
Dari pemikiran Abraham Maslow (1950)
yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki
manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan
aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan
humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang
proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia
menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang
perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran
dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar
dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam
pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan
pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses
pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif
agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan
emosional antara guru dengan siswa
Berkenaan dengan epistemiloginya,
teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode penelitian
kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata
(Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa
usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara ilmiah melalui metode
kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya hal ini merupakan
kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah
pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.
Sebaliknya, psikologi humanistik pun
mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan
kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu
(Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari psikologi
humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah
satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered
therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan
memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki
jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing
klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan
pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau
pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya
terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan
sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan
humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan
individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek
emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam
model pendidikan humanistik ini.
EMPAT TREN DALAM PSIKOLOGI
KONTEMPORER
Sampai dengan penghujung abad ini
terdapat empat aliran besar psikologi, yakni psikoanalisis, psikologi perilaku,
psikologi Humanistik, dan psikologi Transpersonal. Masing-masing aliran
meninjau manusia dari sudut pandang yang berlainan dan dengan metodologi
tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan
manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.
Psikonalisa
Menurut Freud, dalam diri manusia
ada 3 tingkatan kesadaran yaitu alam sadar, alam tidak sadar, dan alam
prasadar. Alam kesadaran manusia digambarkan Freud sebagai sebuah gunung es
dimana puncaknya yang kecil muncul kepermukaan dianggap sebagai alam sadar
manusia sedangkan yang tidak muncul kepermukaan disebut alam ketidaksadaran
yang luas dan sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Dan diantara alam
sadar dan alam ketidaksadaran terdapat alam prasadar. Dengan metode asosiasi
bebas, hipnotis, analisis mimpi, salah ucap, dan tes proyeksi hal-hal yang
terdapat dalam alam prasadar dapat muncul ke alam sadar.
Psikologi Perilaku
(behavior)
Aliran ini berpendapat bahwa
perilaku manusia sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan luar. Aliran ini
menganggap bahwa manusia adalah netral, baik atu buruknya perilaku ditentukan
oleh situasi dan perilakunya yang dialami oleh manusia tersebut.
Psikologi Humanistik
Berlainan dengan psikoanalisis yang
memandang buruk manusia dan behavior memandang manusia netral, psikologi
humanistik berasumsi bahwa pada dasarnya manusia memiliki potensi-potensi yang
baik, minimal lebih banyak baik daripada buruknya. Yakni kemampuan khusus
manusia yang ada pada manusia, seperti kemampuan abstraksi, aktualisasi diri,
makna hidup, pengembangan diri dan rasa estetika. Kualitas ini khas dan tidak
dimiliki oleh makhluk lain. Bagi humanistik, maanusia adalah makhluk yang
paling luhur dan sesuatu yang utuh.
Psikologi Transpersonal
Aliran ini dikembangkan oleh tokoh
psikologi Humanistik Abraham Maslow, sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini
merupakan perkembangan dari aliran humanistik psikologi transpersonal mengkaji
tentang potensi tertinggi yang dimilki oleh manusia, dan melakukan penggalian,
pemahaman dan perwujudan serta kesadaran transendensi.
Psikologi transpersonal seperti
halnya psikologi humanistik menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia
yang ternyata mengandung potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini
terabaikan dari telaah psikologi kontemporer.
Tingkatan Pengalaman Sadar
Pendekatan Humanistik
Beberapa
pendekatan telah dirumuskan oleh penulis humanistik untuk penyertaan
subjektivitas manusia dalam wacana psikologis. beberapa bersandar berat pada
kemajuan terbaru dalam teori fisika dan pada peran pengamat dalam hubungan
dengan fenomena psysical. yang lain berasal langsung dari filsafat
fenomenologis. pendekatan saya mendukung, karena tergantung pada anteseden
tidak ilmiah atau filosofis, pertama kali diusulkan oleh Joseph Nuttin dari
University of Louvain di Belgia.
anehnya, karyanya memiliki pengaruh lebih lanjut tentang psikiatri kontemporer, meskipun ia adalah seorang psikolog eksperimental dan klinis yang telah diterbitkan di kedua bidang. beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, khususnya psikoanalisis dan kepribadian (1962). dalam buku ini, Nuttin adalah memiliki pandangan yang jelas dalam menyajikan alasan untuk keyakinan humanistik yang agak samar-samar atau masih buram untuk maju dan dipertahankan oleh penulis lain.
anehnya, karyanya memiliki pengaruh lebih lanjut tentang psikiatri kontemporer, meskipun ia adalah seorang psikolog eksperimental dan klinis yang telah diterbitkan di kedua bidang. beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, khususnya psikoanalisis dan kepribadian (1962). dalam buku ini, Nuttin adalah memiliki pandangan yang jelas dalam menyajikan alasan untuk keyakinan humanistik yang agak samar-samar atau masih buram untuk maju dan dipertahankan oleh penulis lain.
Nuttin menjelaskan lebih banyak lagi
di dalam bukunya bahwa sebuah kritik
tertentu melibatkan analisis,
pra-ilmiah deskriptif kesadaran manusia yang, pada gilirannya, menghasilkan
penjelasan dari tiga tingkat distintive pengalaman sadar. sementara
tingkat ini tampaknya ada secara bersamaan, mereka memberikan bukti tereduksi
menjadi salah satu ke yang lain.
Tingkat kesadaran:
- 1. Psychophysiological level:
Dalam
level ini, terdapat hubungan anatar kesadaran manusia dengan kebutuhan dasar,
yaitu seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Apabila kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak dapat terpuaskan atau terpenuhi maka akan berdampak bagi
kehidupan mereka. kebiasaan yang telah menjadi budaya masyarakat adalah perilaku
konsumtif yang terlalu berlebihan, sebagai contohnya, mereka membeli banyak
barang tanpa melihat fungsi dari barang-barang tersebut. hal ini sesuai dengan
pandangan humanistik, yaitu dengan sadar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
yang merupakan perilaku humanis, namun ketika manusia membeli barang secara
berlebihan dan muncul perilaku konsumtif, maka hal ini diakatakan sudah tidak
menjadi humanis lagi.
- 2. Psikososial Level:
Dalam
level ini membahas mengenai hubungan manusia dengan manusia lain dan
lingkungannya. Manusia sebagai makluk hidup yang tidak dapat jauh dari
lingkungannya, bagaimanapun kedaannya manusia akan tergantung pada lingkungan
sosialnya. Dan ketergantungannya tersebut seorang individu harus memiliki
sesuatu yang dapat meningkatkan derajat mereka untuk mencapai eksistensi diri
mereka, sehingga terkadang kebanyakkan dari mereka untuk mencapai eksistensi
tersebut, mereka rela untuk membeli barang atau benda-benda secara berlebihan,
perilaku ini membuat manusia menjadi tidak humanis karena manusia dipaksa untuk
konsumtif yang hanya untuk mengangkat status sosialnya di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar